بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Kaidah Pertama:
أن من الإيمان بالله الإيمان بما وصف به نفسه.
“Bahwa termasuk keimanan kepada Allah adalah mengimani sifat Allah yang Dia sifatkan untuk diri-Nya.”
Kaidah Kedua:
أن صفات الله عز وجل من الأمور الغيبية، والواجب على الإنسان نحو الأمور الغيبية: أن يؤمن بها على ما جاءت دون أن يرجع إلى شيء سوى النصوص.
“Bahwa sifat-sifat Allah termasuk perkara ghaib, sedang kewajiban manusia terhadap perkara ghaib adalah mengimaninya berdasarkan dalil, tanpa bersandar pada sesuatu apa pun selain nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Kaidah Ketiga:
أننا لا نصف الله تعالى بما لم يصف به نفسه.
“Bahwa kita tidak boleh mensifatkan Allah ta’ala, dengan sifat yang tidak Dia sifatkan untuk diri-Nya.”
Kaidah Keempat:
وجوب إجراء النصوص الواردة في الكتاب والسنة على ظاهرها، لا نتعداها.
“Wajib membiarkan nash-nash (tentang sifat Allah ta’ala) yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai zhahir-nya, kita tidak boleh melampaui batas terhadapnya (dengan mentakwilnya tanpa dalil).”
Kaidah Kelima:
عموم كلام المؤلف يشمل كل ما وصف الله به نفسه من الصفات الذاتية المعنوية والخبرية والصفات الفعلية.
“Keumuman ucapan Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah) mencakup semua sifat yang Allah sifatkan untuk diri-Nya, baik sifat dzatiyyah ma’nawiyah dan khabariyyah, maupun sifat fi’liyyah.”
Penjelasan:
• Sifat Allah terbagi dua: Sifat dzatiyyah dan fi’liyyah.
• Makna Sifat Dzatiyyah:
الصفات الذاتية هي التي لم يزل ولا يزال متصفاً بها
“Sifat-sifat dzatiyyah (yang tidak pernah terpisah dengan dzat-Nya) adalah yang senantiasa dan selamanya Allah bersifat dengannya.”
Pembagian Sifat Dzatiyyah:
Pertama: Sifat dzatiyyah ma’nawiyyah, yaitu sifat-sifat yang berdasarkan dalil dan dapat diketahui berdasarkan akal. Contohnya: Sifat Maha Hidup, Maha Berilmu, Maha Mampu, Maha Hikmah dan yang semisalnya.
Kedua: Sifat dzatiyyah khabariyyah, yaitu sifat-sifat yang hanya dapat diketahui berdasarkan dalil, tidak dapat diketahui berdasarkan akal. Contohnya: Sifat dua tangan, wajah, dua mata dan yang semisalnya.
• Makna Sifat Fi’liyyah:
الصفات الفعلية هي الصفات المتعلقة بمشيئته
“Sifat-sifat fi’liyyah (yang terkait dengan perbuatan) adalah sifat-sifat yang terkait dengan kehendak Allah ta’ala.”
Pembagian Sifat Fi’liyyah:
Pertama: Sifat fi’liyyah yang memiliki sebab yang dapat diketahui makhluk, contohnya: Sifat meridhoi, Allah ta’ala tidaklah meridhoi kecuali karena ada sebabnya, sebagaimana firman-Nya,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” [Az-Zumar: 7]
Kedua: Sifat fi’liyyah yang tidak memiliki sebab yang dapat diketahui makhluk, contohnya: Turun ke langit dunia di sepertiga malam yang terakhir.
• Tambahan Penjelasan: Sebagian sifat mengandung dua sisi, di satu sisi adalah sifat dzatiyyah dan di sisi lain adalah sifat fi’liyyah, contohnya: Sifat Maha Berbicara. Allah ta’ala senantiasa memiliki sifat berbicara (ini adalah sifat dzatiyyah), akan tetapi Allah berbicara kapan Dia menghendakinya (ini adalah sifat fi’liyyah).
Kaidah Keenam:
أن العقل لا مدخل له في باب الأسماء والصفات.
“Bahwa akal tidak ada baginya pintu masuk dalam bab Asma’ wash Shifat.”
Kaidah Ketujuh:
وصف رسول الله صلى الله عليه وسلم لربه ينقسم إلى ثلاثة أقسام: إما بالقول، أو بالفعل، أو بالإقرار.
“Pensifatan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terhadap Rabb-nya terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu dengan ucapan, perbuatan atau penetapan beliau.”
Kaidah Kedelapan:
من غير تحريف ولا تعطي, ومن غير تكييف ولا تمثيل.
“Tidak melakukan tahrif dan ta’thil, serta tidak melakukan takyif dan tamtsil.”
Penjelasan:
في هذه الجملة بيان صفة إيمان أهل السنة بصفات الله تعالى، فأهل السنة والجماعة يؤمنون بها إيماناً خالياً من هذه الأمور الأربعة: التحريف والتعطيل، والتكييف، والتمثيل.
“Dalam kalimat ini terdapat penjelasan cara beriman Ahlus Sunnah terhadap sifat-sifat Allah ta’ala, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani sifat-sifat Allah dengan keimanan yang bersih dari empat perkara: Tahrif, ta’thil, takyif dan tamtsil.”
• Tahrif (Penyelewengan) adalah:
تغيير لفظ النص أو معناه
“Merubah lafaz nash atau maknanya.”
Contoh Penyelewengan Lafaz:
Merubah firman Allah ta’ala,
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيما
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” [An-Nisa’: 164]
Mereka merubah harokat akhir pada nama “Allah” dalam ayat tersebut, dari rofa’ (dengan dhommah) menjadi nashob (dengan fathah), sehingga maknanya berubah dari “Allah yang berbicara kepada Musa” menjadi “Musa yang berbicara kepada Allah” karena mereka mengingkari sifat Maha Berbicara bagi Allah subhanahu wa ta’ala.
Contoh Penyelewengan Makna:
Merubah makna istiwa menjadi istila (menguasai).
Merubah makna tangan menjadi kekuatan atau keinginan memberi nikmat.Beberapa Peringatan:
Peringatan Pertama: Orang yang melakukan tahrif berbuat dua kesalahan:
Pertama: Kesalahan tahrif itu sendiri.
Kedua: Kesalahan menuduh Ahlus Sunnah dengan tuduhan-tuduhan jelek seperti tuduhan melakukan tajsim dan tasybih, lalu mereka membuat julukan jelek terhadap Ahlus Sunnah dengan mujassimah dan musyabbihah.Peringatan Kedua: Orang yang melakukan tahrif menamakannya sebagai ta’wil atau tafsir, maka perlu dipahami bahwa ta’wil terbagi dua:
Pertama: Ta’wil faasid (yang rusak) yang tidak berdasarkan dalil. Ta’wil faasid pada hakikatnya adalah tahrif (penyelewengan) bukan ta’wil.
Kedua: Ta’wil shahih (yang benar) yang berdasarkan dalil. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengingkari ta’wil, tetapi mengingkari ta’wil yang rusak, yang pada hakikatnya adalah tahrif (penyelewengan).
• Ta’thil (Pengingkaran) adalah:
إنكار ما أثبت الله لنفسه من الأسماء والصفات، سواء كان كلياً أو جزئياً، وسواء كان ذلك بتحريف أو بجحود.
“Mengingkari nama dan sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya, sama saja apakah seluruhnya atau sebagiannya, dan sama saja apakah dengan men-tahrif atau menentang.”
Setiap pelaku tahrif adalah pelaku ta’thil, tapi tidak sebaliknya.
Tafwidh termasuk ta’thil. Tafwidh adalah masa bodoh, tidak meyakini nama dan sifat bagi Allah dengan cara tidak mau tahu dengan makna-makna yang terkandung di dalamnya, dan mengembalikan perkaranya kepada Allah.
Adapun tafwidh yang dibenarkan adalah tafwidhul kaifiyyah, yaitu menyerahkan hakikat bentuk sifat-sifat Allah kepada-Nya, tidak melakukan takyif dan tamtsil.
• Takyif:
التكييف: هو أن تذكر كيفية الصفة
“Takyif adalah penyebutan hakikat bentuk sifat.”
Takyif termasuk berbicara tentang Allah tanpa ilmu, karena Allah tidak menjelaskan bentuk-bentuk sifat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka takyif menyelisihi dalil syar’i dan dalil akal.
Hendaklah kita mengimani semua sifat-sifat Allah ta’ala sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, adapun bagaimana hakikat bentuk sifat-sifat-Nya kita kembalikan kepada-Nya.
Janganlah menanyakan seperti apa bentuk sifat Allah, karena pertanyaan tersebut termasuk bid’ah. Contohnya:
Menanyakan bagaimana cara Allah ber-istiwa?
Menanyakan bagaimana bentuk tangan Allah?
Menanyakan bagaimana caranya Allah turun ke langit dunia di sepertiga malam yang terakhir padahal waktu malam di suatu negeri berbeda dengan negeri yang lain?• Tamtsil:
التمثيل: ذكر مماثل للشيء
“Tamtsil adalah penyebutan sesuatu yang semisal dengan sesuatu yang lain.”
Penjelasan:
أهل السنة والجماعة يثبتون لله عز وجل الصفات بدون مماثلة، يقولون: إن الله عز وجل له حياة وليست مثل حياتنا، له علم وليس مثل علمنا، له بصر، ليس مثل بصرنا، له وجه وليس مثل وجوهنا له يد وليست مثل أيدينا وهكذا جميع الصفات.
“Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan (sebagaiamana yang Allah tetapkan) untuk diri-Nya sifat-sifat tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa:
Allah ‘azza wa jalla memiliki sifat Maha Hidup dan tidak seperti kehidupan kita,
Allah ta’ala memiliki sifat Maha Berilmu dan tidak seperti ilmu kita,
Allah ta’ala memiliki sifat Maha Melihat dan tidak seperti penglihatan kita,
Allah ta’ala memiliki wajah dan tidak seperti wajah-wajah kita,
Allah ta’ala memiliki tangan dan tidak seperti tangan-tangan kita,
Demikianlah seluruh sifat-sifat Allah ta’ala tidak sama dengan sifat-sifat makhluk.” Setiap pelaku tamtsil adalah pelaku takyif, dan tidak sebaliknya.
[Diringkas dari Syarhu Al-Aqidah Al-Waashitiyyah karya Asy-Syaikh Al-‘Allaamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dan disertai tambahan]
[…] Ringkasan Kaidah-kaidah dalam Mengimani Sifat-sifat Allah Ta’ala [Bag. 1] […]
[…] Ringkasan Kaidah-kaidah dalam Mengimani Sifat-sifat Allah Ta’ala [Bag. 1] […]
[…] Ringkasan Kaidah-kaidah dalam Mengimani Sifat-sifat Allah Ta’ala [Bag. 1] […]