Maksiat Menjauhkan Hati dari Allah ‘Azza wa Jalla

0
441
Maksiat Menjauhkan Hati dari Allah 'Azza wa Jalla

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis berkata: Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” [Al-A’rof: 16-17]

Ayat yang mulia ini menjelaskan dahsyatnya tekad setan untuk menjauhkan manusia dari Allah ‘azza wa jalla dan jalan-Nya yang lurus.

Maka menuruti godaan setan dan bisikan hawa nafsu untuk bermaksiat akan menjauhkan hati seseorang dari Allah ‘azza wa jalla.

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

وَمِنْهَا: وَحْشَةٌ يَجِدُهَا الْعَاصِي فِي قَلْبِهِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ لَا تُوَازِنُهَا وَلَا تُقَارِنُهَا لَذَّةٌ أَصْلًا، وَلَوِ اجْتَمَعَتْ لَهُ لَذَّاتُ الدُّنْيَا بِأَسْرِهَا لَمْ تَفِ بِتِلْكَ الْوَحْشَةِ، وَهَذَا أَمْرٌ لَا يَحِسُّ بِهِ إِلَّا مَنْ فِي قَلْبِهِ حَيَاةٌ، وَمَا لِجُرْحٍ بِمَيِّتٍ إِيلَامٌ، فَلَوْ لَمْ تُتْرَكِ الذُّنُوبُ إِلَّا حَذَرًا مِنْ وُقُوعِ تِلْكَ الْوَحْشَةِ، لَكَانَ الْعَاقِلُ حَرِيًّا بِتَرْكِهَا.

“Diantara dampak jelek dosa adalah merasa jauh dari Allah yang menyelimuti hati pelaku maksiat, yang tidak mungkin digantikan dan ditutupi oleh kelezatan apa pun, walau terkumpul seluruh kelezatan dunia tidak akan sanggup menghilangkan perasaan jauh tersebut.

Akan tetapi perkara ini tidak dapat dirasakan kecuali orang yang di hatinya masih ada kehidupan, karena tidaklah luka dapat menyakiti mayyit.

Maka seandainya dosa-dosa itu tidaklah ditinggalkan kecuali karena khawatir munculnya perasaan jauh dari Allah tersebut, sudah sepantasnya bagi orang yang berakal untuk meninggalkannya.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52]

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah juga berkata,

فَلَوْ نَظَرَ الْعَاقِلُ وَوَازَنَ لَذَّةَ الْمَعْصِيَةِ وَمَا تُوقِعُهُ مِنَ الْخَوْفِ وَالْوَحْشَةِ، لَعَلِمَ سُوءَ حَالِهِ، وَعَظِيمَ غَبْنِهِ، إِذْ بَاعَ أُنْسَ الطَّاعَةِ وَأَمْنَهَا وَحَلَاوَتَهَا بِوَحْشَةِ الْمَعْصِيَةِ وَمَا تُوجِبُهُ مِنَ الْخَوْفِ وَالضَّرَرِ الدَّاعِي لَهُ

وَسِرُّ الْمَسْأَلَةِ: أَنَّ الطَّاعَةَ تُوجِبُ الْقُرْبَ مِنَ الرَّبِّ سُبْحَانَهُ، فَكُلَّمَا اشْتَدَّ الْقُرْبُ قَوِيَ الْأُنْسُ، وَالْمَعْصِيَةُ تُوجِبُ الْبُعْدَ مِنَ الرَّبِّ، وَكُلَّمَا زَادَ الْبُعْدُ قَوِيَتِ الْوَحْشَةُ

“Jika orang yang berakal mau meneliti dan menimbang kelezatan maksiat dengan akibat buruknya berupa rasa takut dan jauh dari Allah, maka ia akan mengetahui jeleknya keadaan dirinya dan besarnya ketololannya, karena ia telah menukar kenyamanan, keamanan dan kelezatan dalam ketaatan dengan keterasingan dari Allah dan konsekuensinya berupa ketakutan dan bahaya yang mengancamnya.

Inti permasalahannya: Ketaatan seorang hamba mendekatkannya kepada Ar-Robb subhanahu wa ta’ala, maka setiap kali menguat kedekatan dengan-Nya bertambah pula kenyamanan bersama-Nya, sedang maksiat menjauhkan dari Ar-Robb tabaraka wa ta’ala, dan setiap kali bertambah jauh maka semakin terasing dari-Nya.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 75-76]

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah juga berkata,

وَالْوَحْشَةُ سَبَبُهَا الْحِجَابُ ، وَكُلَّمَا غَلُظَ الْحِجَابُ زَادَتِ الْوَحْشَةُ ، فَالْغَفْلَةُ تُوجِبُ الْوَحْشَةَ ، وَأَشَدُّ مِنْهَا وَحْشَةُ الْمَعْصِيَةِ ، وَأَشَدُّ مِنْهَا وَحْشَةُ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ ، وَلَا تَجِدُ أَحَدًا مُلَابِسًا شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ إِلَّا وَيَعْلُوهُ مِنَ الْوَحْشَةِ بِحَسْبِ مَا لَابَسَهُ مِنْهُ ، فَتَعْلُو الْوَحْشَةُ وَجْهَهُ وَقَلْبَهُ فَيَسْتَوْحِشُ وَيُسْتَوْحَشُ مِنْهُ

“Jauhnya seseorang dari Allah ‘azza wa jalla karena ada penghalang, maka semakin tebal penghalang itu semakin jauh pula ia dari Allah ‘azza wa jalla.

  • Lalai (tidak mengingat Allah) adalah penghalang yang menyebabkan jauhnya seseorang dari Allah.
  • Lebih parah dari lalai adalah maksiat.
  • Dan lebih parah dari maksiat adalah syirik dan kufur.

Dan tidaklah engkau dapati seseorang melakukan salah satu dari dosa tersebut kecuali ia akan menjauh dari Allah, sesuai kadar dosanya.

Hingga jauhnya ia dari Allah menutupi wajah dan hatinya, maka ia pun merasa jauh dan dijauhkan.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 76]

Maka tidak ada jalan kembali mendekat kepada Allah subhanahu wa ta’ala selain menaati-Nya; menjalankan perintah-Nya, meninggalkan maksiat dan bertaubat kepada-Nya.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

GABUNG TELEGRAM DAN GROUP WA TA’AWUN DAKWAH & BIMBINGAN ISLAM

Channel Telegram:
taawundakwah
kajian_assunnah
kitab_tauhid
videokitabtauhid
kaidahtauhid
akhlak_muslim

Gabung WAG Ketik: Daftar
Kirim ke 628111833375
Atau 628111377787

WA Divisi Bisnis 

Untuk Pembelian Buku Ketik:
Nama:
Judul Buku:
Alamat Lengkap Pengiriman:
Kirim ke 628118247111

Medsos dan Website:
Facebook
Instagram
Website

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

Jazaakumullaahu khayron wa baaroka fiykum.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini