بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati keras, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Ali Imron: 159]
Al-Imam Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
أي: برحمة الله لك ولأصحابك، منَّ الله عليك أن ألنت لهم جانبك، وخفضت لهم جناحك، وترققت عليهم، وحسنت لهم خلقك، فاجتمعوا عليك وأحبوك، وامتثلوا أمرك
ولو كنت فظا أي: سيئ الخلق { غليظ القلب } أي: قاسيه، { لانفضوا من حولك } لأن هذا ينفرهم ويبغضهم لمن قام به هذا الخلق السيئ
فالأخلاق الحسنة من الرئيس في الدين، تجذب الناس إلى دين الله، وترغبهم فيه، مع ما لصاحبه من المدح والثواب الخاص، والأخلاق السيئة من الرئيس في الدين تنفر الناس عن الدين، وتبغضهم إليه، مع ما لصاحبها من الذم والعقاب الخاص، فهذا الرسول المعصوم يقول الله له ما يقول، فكيف بغيره؟
أليس من أوجب الواجبات، وأهم المهمات، الاقتداء بأخلاقه الكريمة، ومعاملة الناس بما يعاملهم به صلى الله عليه وسلم، من اللين وحسن الخلق والتأليف، امتثالا لأمر الله، وجذبا لعباد الله لدين الله.
ثم أمره الله تعالى بأن يعفو عنهم ما صدر منهم من التقصير في حقه صلى الله عليه وسلم، ويستغفر لهم في التقصير في حق الله، فيجمع بين العفو والإحسان
“Maknanya: Dengan sebab rahmat Allah kepadamu (wahai Muhammad) dan sahabat-sahabatmu, maka Allah ta’ala menganugerahkan nikmat kepadamu sehingga engkau dapat berlemah lembut, rendah hati, halus dan berakhlak baik terhadap mereka, sehingga mereka bersatu bersamamu, mencintaimu dan menaati perintahmu.
“Sekiranya kamu bersikap kasar”, maknanya: Berakhlak jelek. “Berhati keras”, maknanya: Mengeraskan hati. “Tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”, karena ini membuat mereka lari dan marah terhadap orang yang memiliki akhlak jelek ini.
Maka akhlak yang baik termasuk modal utama dalam agama, yang dapat menarik dan memotivasi manusia kepada agama Allah, bersama dengan pujian dan pahala yang khusus bagi pemiliknya.
Adapun akhlak yang jelek dalam agama, termasuk sebab utama yang menjauhkan dan membuat marah umat manusia terhadap agama, bersama dengan celaan dan hukuman yang khusus bagi pemiliknya.
Maka inilah Rasul yang maksum (terjaga dari dosa), namun Allah ta’ala berfirman kepada beliau tentang ini, bagaimana lagi dengan selain beliau?!
Bukankah termasuk kewajiban terbesar dan terpenting adalah meneladani akhlak beliau yang mulia dan bergaul dengan manusia sesuai perangai beliau shallallahu’alaihi wa sallam, yaitu perangai kelembutan, akhlak baik dan menyatukan hati demi menaati perintah Allah ta’ala dan menarik hamba-hamba Allah kepada agama Allah.
Kemudian (dalam lanjutan ayat) Allah ta’ala memerintahkan beliau shallallahu’alaihi wa sallam untuk memaafkan kesalahan mereka terhadap beliau dan memohonkan ampun atas kesalahan mereka kepada Allah ta’ala, maka dengan begitu beliau telah mengumpulkan dua kebaikan; pemaafan dan perbuatan baik.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 154]
BEBERAPA PELAJARAN
Pertama: Perintah berakhlak baik dan celaan terhadap akhlak yang jelek. Terutama akhlak kelembutan dan meninggalkan sikap keras lagi kasar.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu, tidaklah terdapat pada sesuatu kecuali ia akan membaguskannya, dan tidaklah ia dihilangkan dari sesuatu kecuali ia akan menjelekkannya.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Kedua: Pentingnya akhlak yang baik bagi seorang da’i.
Bahwa dakwah tidak cukup hanya dengan penyampaian ilmu, tapi harus disertai dengan akhlak yang mulia dalam bergaul.
Dan bahwa kelembutan adalah dasar utama dalam berdakwah, tidak boleh bersikap keras kecuali:
1. Ketika dibutuhkan, seperti menghadapi orang yang melakukan kesalahan berat padahal dia mengetahui itu salah, atau untuk memahamkan kaum muslimin bahwa itu kemungkaran yang sangat berbahaya.
2. Dilakukan sesuai kadarnya, tidak melampaui batas.
3. Tidak memunculkan kemudaratan yang lebih besar.
Ketiga: Peringatan dari bahaya kejelekan akhlak, bukan hanya terhadap diri, tetapi juga terhadap agama.
Bahwa yang menghalangi manusia dari agama Allah bukan saja para penyesat umat dari kalangan orang kafir dan ahlul bid’ah, tetapi bisa juga dari kalangan Ahlus Sunnah yang berakhlak jelek, sehingga manusia lari dari agama Allah ta’ala.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam banyak berpesan kepada para sahabat untuk bersikap lemah lembut kepada manusia dan memberikan kemudahan.
Diantaranya sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam kepada dua orang sahabat (Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhuma) yang akan diutus ke negeri Yaman untuk berdakwah,
يَسِّرَا وَلاَ تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلاَ تُنَفِّرَا، وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا
“Hendaklah kalian berdua memberi kemudahan dan jangan mempersulit, memberi kabar gembira dan jangan membuat manusia lari, saling rukun dan jangan berselisih.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Sa’id bin Abi Burdah dari Bapaknya dari Kakeknya radhiyallahu’anhu]
Demikian pula sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam ketika menegur para sahabat yang ingin menghentikan orang Arab Badui yang kencing di masjid,
دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Biarkan dia dan siramlah kencingnya dengan seember air atau sebejana air, karena sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan, bukan untuk mempersulit.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Dan lihatlah kelebihan-kelebihan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang dapat membantu dakwah beliau agar diterima manusia, diantaranya:
1. Beliau dikenal sebagai Al-Amin, orang yang jujur lagi terpercaya jauh sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul.
2. Beliau memiliki kefasihan bahasa dan diberikan jawaami’ul kalim (kalimat-kalimat yang jelas lagi ringkas dan mengandung makna yang dalam).
3. Keluasan ilmu beliau tidak diragukan lagi, karena Al-Qur’an dan As-Sunnah diturunkan kepada beliau.
4. Beliau didukung oleh tanda-tanda kenabian, yaitu berbagai macam mukjizat yang membuktikan kebenaran ajaran beliau.
5. Para penyair Arab yang hebat tidak mampu mendatangkan sebuah syair dan ucapan yang semisal atau lebih baik dari Al-Qur’an yang beliau bawa. Bahkan para penyair tersebut umumnya mengakui Al-Qur’an bukan ucapan manusia.
Dan masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaan yang beliau miliki untuk menguatkan dan membantu dakwah beliau.
Namun, bersamaan dengan itu Allah ta’ala memperingatkan, andaikan beliau berakhlak jelek maka manusia akan lari dari agama Allah ta’ala yang beliau dakwahkan. Maka sudah tentu, kita pun sangat butuh untuk menghiasi diri dengan kelembutan dan akhlak mulia dalam berdakwah.
Keempat: Dengan sebab rahmat (kasih sayang) Allah ta’ala kepada hamba-hamba-Nya sehingga Dia memberikan taufiq kepada mereka untuk beramal shalih, maka tidaklah patut bagi seorang hamba untuk menyombongkan diri dan merasa bangga dengan amalan-amalan shalih yang ia kerjakan.
Kelima: Apabila tidak patut menyombongkan diri dan berbanga-bangga dengan amal shalih maka lebih tidak patut lagi untuk sombong dan bangga dengan kemewahan dunia.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
═══ ❁✿❁ ════
GABUNG TELEGRAM DAN GROUP WA TA’AWUN DAKWAH & BIMBINGAN ISLAM
Channel Telegram:
https://t.me/taawundakwah
https://t.me/kajian_assunnah
https://t.me/kitab_tauhid
https://t.me/videokitabtauhid
https://t.me/kaidahtauhid
https://t.me/akhlak_muslim
Gabung WAG Ketik: Daftar
Kirim ke wa.me/628111833375
Atau wa.me/628111377787
Medsos dan Website:
Facebook: https://www.facebook.com/taawundakwah
Instagram: https://www.instagram.com/taawundakwah
Website: https://taawundakwah.com
#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]