بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
13. Al-Awwal (الأَوَّلُ):
الذي ليس قبله شيء
“Dia yang tidak ada sesuatu apa pun sebelum-Nya.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ قَبْلَهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ
“Dahulu hanya ada Allah dan tidak ada sesuatu apa pun sebelum-Nya, dan ‘arsy-Nya di atas air, kemudian Dia menciptakan langit dan bumi, dan Dia menulis segala sesuatu dalam adz-dzikr (al-lauhul mahfuzh).” [HR. Al-Bukhari dari ‘Imron bin Hushain radhiyallahu’anhu]
Diantara faidah mengimani nama yang mulia ini adalah: Selamat dari gangguan setan untuk merusak iman seorang hamba. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ: مَنْ خَلَقَ كَذَا؟ مَنْ خَلَقَ كَذَا؟ حَتَّى يَقُولَ: مَنْ خَلَقَ اللَّهَ؟ فَإِذَا بَلَغَهُ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّه، وَلْيَنْتَهِ.
“Setan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata: Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini? Hingga akhirnya ia berkata: Siapa yang menciptakan Allah? Maka apabila sampai kepadanya hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dan berhenti.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Dalam lafaz yang lain:
فَلْيَقُلْ: آمَنْتُ بِاللهِ
“Hendaklah ia berkata: Aku beriman kepada Allah.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memberikan tiga bimbingan dalam hadits ini, agar selamat dari gangguan setan:
(1) Memohon perlindungan kepada Allah ta’ala
(2) Berhenti mengikuti godaan setan
(3) Beriman kepada Allah ta’ala Al-Awwal, yang tidak ada satu pun yang mendahului-Nya, yang Maha Menciptakan segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakan.[1]
14. Al-Aakhir (الآخِرُ):
الذي ليس بعده شيء
“Dia yang tidak ada sesuatu apa pun setelah-Nya.”
Penjelasan:
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
ولا يتوهم أن هذا يدل على غاية لآخريته، لأن هناك أشياء أبدية وهي من المخلوقات، كالجنة والنار، وعليه فيكون معنى {وَالآخِرُ} أنه محيط بكل شيء، فلا نهاية لآخريته.
“Janganlah disangka bahwa nama ini menunjukkan akhir segala sesuatu, karena ada beberapa makhluk yang diciptakan abadi seperti surga dan neraka, oleh karena itu makna Al-Aakhir adalah bahwa Dia meliputi segala sesuatu, maka tidak ada batas pengakhiran-Nya.”
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah berkata,
وأنه الباقي الذي يدوم وغيره لا يدوم، وإن حصلت إدامة فإنما هي من الله عز وجل كما يكون في الجنة والنار وأهليهما، فإنه ليس لهما إلا العدم؛ ولكن الله عز وجل هو الذي شاء أن يحصل بقاؤهما، وأن يحصل استمرارهما، فبقاء الله عز وجل لازم لذاته، وأما بقاء الجنة والنار فهو مكتسب، والله تعالى هو الذي أكسبهما ذلك، ولو شاء أن ينهيهما لفعل سبحانه وتعالى.
“Bahwa Dia-lah yang tetap kekal dan selain-Nya tidak kekal, dan apabila ada makhluk yang kekal maka itu hanyalah berasal dari Allah ‘azza wa jalla, seperti surga, neraka dan penghuni keduanya, karena pada hakikatnya surga dan neraka tidaklah kekal (dengan sendirinya), akan tetapi Allah ‘azza wa jalla yang menjadikan keduanya kekal dan terus menerus ada, maka kekekalan Allah adalah kelaziman zat-Nya, adapun kekekalan surga dan neraka adalah sesuatu yang mereka dapatkan, dan Allah ta’ala yang memberikannya kepada keduanya, andai Allah mau memusnahkan keduanya niscaya Allah subhanahu wa ta’ala maha mampu untuk melakukannya.”[2]
15. Azh-Zhoohir (الظَّاهِرُ):
الذي ليس فوقه شيء
“Dia yang tidak ada sesuatu pun di atas-Nya.”
16. Al-Baathin (الْبَاطِنُ):
الذي ليس دونه شيء
“Dia yang tidak ada sesuatu pun yang lebih dekat kepada makhluk daripada-Nya”
Dalil Nama-nama di Atas dan Penafsirannya:
هُوَ الأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Al-Hadid: 3]
Suhail rahimahullah berkata,
كَانَ أَبُو صَالِحٍ يَأْمُرُنَا، إِذَا أَرَادَ أَحَدُنَا أَنْ يَنَامَ، أَنْ يَضْطَجِعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ، ثُمَّ يَقُولُ: «اللهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ الْأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ، اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ، اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ، وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ» وَكَانَ يَرْوِي ذَلِكَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Abu Shalih –rahimahullah- memerintahkan kami apabila seseorang dari kami hendak tidur, hendaklah berbaring di atas sisi kanannya, kemudian membaca:
اللهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ الْأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ، اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ، اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ، وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ
“Allaahumma Robbas-samaawaati wa Robbal-ardi wa Robbal-‘arsyil ‘azhim, Robbanaa wa Robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan nawaa, wa Munzilat taurooti wal injiil wal furqoon, a’udzu bika min syarri kulli syai-in Anta aakhidzun binaashiyaatihi. Allaahumma Antal Awwal falaysa qoblaka syaiun, wa Antal Aakhir falaysa ba’daka syaiun, wa Antaz Zhoohiru falaysa fauqoka syaiun, wa Antal Baathin falaysa duunaka syaiun, iqdhi ‘annad-daina, wa agninaa minal faqri.”
“Ya Allah Robb langit, Robb bumi, Robb ‘arsy yang agung, Robb kami dan Robb segala sesuatu, yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan, yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqon, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan segala sesuatu yang Engkaulah yang menguasainya. Ya Allah Engkaulah Al-Awwal, yang tidak ada sesuatu apa pun sebelum-Mu, dan Engkaulah Al-Aakhir, yang tidak ada sesuatu apa pun setelah-Mu, dan Engkaulah Az-Zhoohir, yang tidak ada sesuatu apa pun di atas-Mu, dan Engkaulah Al-Baathin, yang tidak ada sesuatu apa pun yang lebih dekat kepada makhluk daripada-Mu, tunaikanlah hutang kami dan cukupkanlah kami dari kefakiran.”
Abu Shalih meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.” [HR. Muslim]
Sifat-sifat yang Terkandung Padanya:
واستفدنا منها خمس صفات: الأولية، والآخرية، والظاهرية، والباطنية وعموم العلم.
“Dapat kita petik faidah lima sifat dari ayat di atas:
• Al-Awwaliyyah
• Al-Aakhiriyyah
• Azh-Zhoohiriyyah
• Al-Baathiniyyah
• Keumuman ilmu Allah yang mencakup segala sesuatu.”
واستفدنا من مجموع الأسماء: إحاطة الله تعالى بكل شيء زمناً ومكاناً، لأنه قد يحصل من اجتماع الأوصاف زيادة صفة.
“Dan dapat kita petik faidah dari keseluruhan nama: Ilmu Allah meliputi segala sesuatu secara sempurna baik waktu dan tempat, sebab bisa jadi dari kumpulan sifat dapat kita petik tambahan sifat yang lain.”
Faidah: Apakah nama-nama di atas harus disebutkan secara bersamaan?
فالظاهر أن المتقابل منها متلازم، فإذا قلت: الأول، فقل: الآخر، وإذا قلت: الظاهر، فقل: الباطن، لئلا تفوت صفة المقابلة الدالة على الإحاطة.
“Yang nampak jelas bahwa nama-nama yang memiliki pasangan selalu melazimi (disebutkan bersama-sama), maka apabila engkau berkata: Al-Awwal, maka katakanlah: Al-Aakhir. Apabila engkau berkata: Az-Zhoohir maka katakanlah: Al-Baathin, agar tidak luput makna sifat berpasangan yang menunjukkan sifat meliputi.”
Buah Keimanan terhadap Nama-nama tersebut:
والثمرة التي ينتجها الإيمان بأن الله بكل شيء عليم: كمال مراقبة الله عز وجل وخشيته، بحيث لا يفقده حيث أمره، ولا يراه حيث نهاه.
“Dan buah yang akan dihasilkan oleh keimanan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu adalah: Sempurnanya murooqobah (yakin diawasi) oleh Allah ‘azza wa jalla dan takut kepada-Nya, yaitu ia yakin Allah selalu mengawasinya ketika menjalankan perintah-Nya dan melihatnya ketika menjauhi larangan-Nya.”
17. Al-‘Aliim (الْعَلِيمُ) Maha Berilmu:
“العليم، الخبير”: وهو الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن، والأسرار والإعلان، وبالواجبات والمستحيلات والممكنات، وبالعالم العلوي والسفلي، وبالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء.
“Al-‘Alim, Al-Khabir adalah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu yang zhahir maupun batin, rahasia maupun terang-terangan, yang wajib ada, yang mustahil ada maupun yang mungkin ada, alam atas maupun alam bawah, yang telah lalu, yang sekarang maupun yang akan datang, maka tidak ada satu pun yang tersembunyi atas-Nya.”[3]
Nama Al-‘Alim disebutkan lebih dari 150 kali dalam Al-Qur’an,[4] diantaranya:
وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At-Tahrim: 2]
Sifat yang terkandung padanya: Al-‘Ilmu (العلم).
18. Al-Khabiir (الخبير) sama maknanya dengan Al-‘Aliim.
Disebutkan beberapa kali dalam Al-Qur’an bersama Al-‘Aliim, Al-Lathiif dan Al-Hakiim, diantaranya:
وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِير
“Dan Dia-lah Yang Maha Hikmah lagi Maha Mengetahui.” [Saba’: 1]
Sifat yang terkandung padanya: Al-Khibrah (الخبرة).
Faidah Mengimani Nama Al-‘Aliim dan Al-Khabiir:
أن الإيمان بذلك يزيد المرء خوفاً من الله وخشية، سراً وعلناً.
“Bahwa mengimaninya akan menambah bagi seseorang rasa takut (khauf) dan (khasyah) kepada Allah ta’ala, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan.”
Nama Al-‘Alim dan Al-Khabir tidak boleh dikiaskan kepada nama lain yang hampir semakna tanpa dalil, contohnya:
• Al-‘Aarif[5] (العارف)
• Al-‘Aaqil [6] (العاقل)
• Al-Faqih [7] (الفقيه)
Nama yang Semisal Tapi Dalilnya Tidak Shorih:
• Al-‘Aalim [8] (العالم)
Dalilnya:
عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
“Yang mengetahui perkara gaib dan yang nyata.” [Az-Zumar: 46]
• Al-‘Allaam [9] (العَلاَّمُ)
Dalilnya:
وَأَنَّ اللَّهَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ
“Dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang gaib.” [At-Taubah: 78]
19. Al-Lathiif (اللطيف):
“اللطيف” الذي أحاط علمه بالسرائر والخفايا، وأدرك الخبايا والبواطن والأمور الدقيقة، اللطيف بعباده المؤمنين، الموصل إليهم مصالحهم بلطفه وإحسانه، من طرق لا يشعرون بها، فهو بمعنى “الخبير” وبمعنى “الرؤوف”.
“Al-Lathiif (memiliki dua makna): (1) Yang ilmu-Nya meliputi segala rahasia dan kesamaran, mengetahui semua yang tersembunyi, yang batin dan perkara yang rinci lagi detail, (2) Yang maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman, yang menganugerahkan kepada mereka kemaslahatan dengan kelembutan-Nya dan kebaikan-Nya, dari jalan-jalan yang mereka tidak menyadarinya, maka Al-Lathiif bermakna Al-Khabiir dan bermakna Ar-Rauuf.”[10]
Disebutkan dalam Al-Qur’an beberapa kali bersama Al-Khabir, diantaranya:
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” [Al-An’am: 103]
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” [Al-Mulk: 14]
Beberapa Dalil Rincian Sifat Al-‘Ilmu bagi Allah Ta’ala:
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya.” [Saba’: 2]
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلاّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاّ يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلاّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Al-Lauhul Mahfuzh).” [Al-An’am: 59]
وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلا تَضَعُ إِلاّ بِعِلْمِهِ
“Dan tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan tidak (pula) yang melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya.” [Faathir: 11]
لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاَطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً
“Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Tholaq: 12]
20. Al-Hakiim (الْحَكِيمُ) Maha Hikmah:
أما: {الْحَكِيمُ} هذه المادة (ح ك م) : تدل على حكم وإحكام، فعلى الأول يكون الحكيم بمعنى الحاكم، وعلى الثاني يكون الحكيم بمعنى المحكم، إذاً: يدل هذا الاسم الكريم على أن الحكم لله، ويدل على أن الله موصوف بالحكمة، لأن الإحكام هو الإتقان، والإتقان وضع الشيء في موضعه. ففي الآية إثبات حكم وإثبات حكمة.
“Adapun Al-Hakiim dari kata dasar huruf (ح ك م) yang menunjukkan hukum dan ihkam, maka makna yang pertama (hukum) menunjukkan Al-Hakiim bermakna Al-Haakim (yang Menghukum) dan makna yang kedua (ihkam) menunjukkan Al-Hakiim bermakna Al-Muhkim (yang Memiliki Hikmah). Jadi, nama yang mulia ini menunjukkan bahwa hukum itu milik Allah dan menunjukkan bahwa Allah bersifat hikmah, karena ihkam bermakna itqon, yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya, maka dalam ayat ini terdapat penetapan sifat hukum dan hikmah.”
“الحكيم“: وهو الذي له الحكمة العليا في خلقه وأمره، الذي أحسن كل شيء خلقه {وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ} فلا يخلق شيئا عبثا، ولا يشرع شيئا سدى، الذي له الحكم في الأولى والآخرة، وله الأحكام الثلاثة لا يشاركه فيها مشارك، فيحكم بين عباده، في شرعه، وفي قدره وجزائه.
“Al-Hakiim adalah yang memiliki hikmah tertinggi pada penciptaan-Nya dan perintah-Nya, yang telah membaguskan penciptaan segala sesuatu, “Dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini.” (Al-Maidah: 50). Maka Dia tidaklah menciptakan sesuatu pun yang sia-sia dan tidak mensyari’atkan apa pun yang percuma, hanya milik-Nya hukum di dunia dan akhirat, dan hanya milik-Nya tiga hukum, tidak ada yang bersekutu di dalamnya, yaitu Dia menghukum di antara hamba-hamba-Nya dalam syari’at-Nya, takdir-Nya dan balasan-Nya.”[11]
Asal Makna Hikmah:
والحكمة: وضع الأشياء مواضعها، وتنزيلها منازلها.
“Hikmah adalah meletakkan segala sesuatu pada tempat-tempatnya dan mendudukkan segala sesuatu sesuai kedudukan-kedudukannya.”[12]
Hukum Allah terbagi Dua dan Pada Keduanya terdapat Hikmah-Nya:
وحكم الله إما كوني وإما شرعي:
فحكم الله الشرعي ما جاءت به رسله ونزلت به كتبه من شرائع الدين.
وحكم الله الكوني: ما قضاه على عباده من الخلق والرزق والحياة والموت ونحو ذلك من معاني ربوبيته ومتقتضياتها.
فكل من الحكمين موافق للحكمة. لكن من الحكمة ما نعلمه، ومن الحكمة مالا نعلمه، لأن الله تعالى يقول: {وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاّ قَلِيلاً}.
“Hukum Allah apakah yang bersifat kauni dan bersifat syar’i:
• Hukum Allah syar’i adalah yang dibawa oleh para rasul-Nya dan syari’at-syari’at yang diturunkan dalam kitab-kitab-Nya.
• Hukum Allah kauni adalah ketetapan Allah atas hamba-hamba-Nya berupa penciptaan, rezeki, kehidupan, kematian dan yang semisalnya, yang termasuk makna-makna rububiyyah dan konsekuensi-konsekuensinya.”
Maka setiap hukum tersebut sesuai dengan hikmah, akan tetapi ada hikmah yang kita ketahui dan ada yang tidak kita ketahui, karena Allah ta’ala berfirman: Dan tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit (Al-Isra: 85).”
Dua Macam Hikmah:
الحكمة نوعان:
الأول: حكمة في كون الشيء على كيفيته وحاله التي هو عليها
النوع الثاني: حكمة في الغاية من الحكم، حيث إن جميع أحكام الله تعالى لها غايات حميدة وثمرات جليلة.
“Hikmah ada dua bentuk:
Pertama: Hikmah pada penetapan sesuatu dalam bentuk dan keadaan yang sesuai dengannya.
Kedua: Hikmah pada tujuan dari suatu hukum, yaitu semua hukum-hukum Allah ta’ala memiliki tujuan-tujuan yang mulia dan hasil-hasil yang agung.”
Nama Al-Hakiim disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 97 kali.[13]
Sifat yang terkandung pada Al-Hakiim: Hukum (حكم) dan Hikmah (حكمة).
21. Al-Hakam (الحكم):
“الحكم، العدل” الذي يحكم بين عباده في الدنيا والآخرة بعدله وقسطه. فلا يظلم مثقال ذرة، ولا يحمِّل أحدا وزر أحد، ولا يجازي العبد بأكثر من ذنبه ويؤدي الحقوق إلى أهلها، فلا يدع صاحب حق إلا أوصل إليه حقه، وهو العدل في تدبيره وتقديره {إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
“Al-Hakam serta Al-‘Adlu (yang Maha Adil) adalah yang menghukumi antara hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat dengan keadilan-Nya dan kesaksamaan-Nya, maka Dia tidak berbuat zalim sedikit pun, tidak menimpakan dosa orang lain kepada yang lainnya, tidak membalas seorang hamba dengan balasan yang lebih banyak dari dosanya, Dia memberikan hak-hak kepada pemiliknya, maka tidak ada pemilik hak kecuali Dia menyampaikan haknya kepadanya, dan dia Maha Adil dalam pengaturan-Nya dan takdir-Nya: Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus (Hud: 56).”[14]
Nama Al-Hakam tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, dan disebutkan dalam As-Sunnah:
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَكَمُ، وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ
“Sesungguhnya Allah Dialah Al-Hakam, dan hanya kepada-Nya berhukum.” [HR. Abu Daud dan An-Nasaai dari Hani’ bin Yazid radhiyallahu’anhu, Shahih Al-Adabil Mufrod: 627, Al-Irwa’: 2615]
Nama yang Semisal Tapi Dalilnya Tidak Shorih:
• Al-Haakim [15] (الحاكم)
Dalilnya:
إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” [Al-Maidah: 1]
• Al-‘Adlu [16] (العدل)
Dalilnya:
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقاً وَعَدْلاً
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur’an, sebagai kalimat yang benar dan adil.” [Al-An’am: 115]
22. Al-Qodiir (القدير) Maha Mampu:
“القدير” كامل القدرة، بقدرته أوجد الموجودات، وبقدرته دبرها، وبقدرته سواها وأحكمها، وبقدرته يحيي ويميت، ويبعث العباد للجزاء، ويجازي المحسن بإحسانه، والمسيء بإساءته، الذي إذا أراد شيئا قال له “كن فيكون”، وبقدرته يقلب القلوب، ويصرفها على ما يشاء ويريد.
“Al-Qodiir adalah yang sempurna dalam kemampuan, dengan kemampuan-Nya Dia menciptakan seluruh makhluk, mengaturnya, menyempurnakan dan membaguskannya, menghidupkan dan mematikan, membangkitkan hamba-hamba untuk pembalasan dan membalas orang yang berbuat baik dengan kebaikan dan orang yang berbuat jelek dengan kejelekan, yang apabila Dia berkehendak menciptakan sesuatu maka Dia berkata: Kun, maka jadilah, yang dengan kemampuan-Nya Dia membolak-balikan hati dan memalingkannya sesuai kehendak dan keinginan-Nya.”[17]
Nama Al-Qodiir disebutkan dalam Al-Qur’an 45 kali,[18] diantaranya:
لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاَطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً
“Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Tholaq: 12]
23. Al-Qoodir (الْقَادِر) sama maknanya dengan Al-Qodiir.
Nama Al-Qoodir disebutkan dalam Al-Qur’an 12 kali,[19] diantaranya:
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً
“Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu.” [Al-An’am: 65]
- Al-Muqtadir (المقتدر) sama maknanya dengan Al-Qodiir:
Nama Al-Muqtadir disebutkan dalam Al-Qur’an 4 kali,[20] diantaranya:
فَأَخَذْنَاهُمْ أَخْذَ عَزِيزٍ مُقْتَدِرٍ
“Lalu Kami azab mereka sebagai azab dari yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.” [Al-Qomar: 42]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
[Diringkas dari Syarhu Al-Aqidah Al-Waashitiyyah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dan disertai tambahan]
————————–
[1] Lihat Bahjatu Quluubil Abror karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah, hal. 27-28 dalam pembahasan hadits ke-8.
[2] Syarhu Sunan Abi Daud, 15/573, Asy-Syaamilah.
[3] Tafsir As-Sa’di, hal. 945.
[4] Lihat Fiqhul Asmaail Husna, Asy-Syaikh Abdur Rozzaq Al-Badr, hal. 161.
[5] Lihat Sya’nud Du’a, hal. 111-112, melalui Tafsir Asma’ Allaah Al-Husna, Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah, hal. 160.
[6] Lihat Sya’nud Du’a, hal. 111-112, melalui Tafsir Asma’ Allaah Al-Husna, Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah, hal. 160 dan Faidah Jalilah fi Qowaa’idil Asma’Al-Husna, Ibnul Qoyyim rahimahullah, hal. 43.
[7] Lihat Faidah Jalilah fi Qowaa’idil Asma’Al-Husna, Ibnul Qoyyim rahimahullah, hal. 43.
[8] Lihat Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Asma’ Al-Husna, hal. 179.
[9] Lihat Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Asma’ Al-Husna, hal. 180.
[10] Tafsir As-Sa’di, hal. 947.
[11] Tafsir As-Sa’di, hal. 945.
[12] Ibid
[13] Lihat Mafhum Al-Asma’ was Shifaat, Asy-Syaikh DR. Sa’ad bin Abdur Rahman Nada, Majalah Univ. Islam Madinah, no. 46. hal. 61 dan Fiqhul Asma’ Al-Husna, hal. 108.
[14] Tafsir As-Sa’di, hal. 948.
[15] Lihat Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Asma’ Al-Husna, hal. 224.
[16] Lihat Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil Asma’ Al-Husna, hal. 179.
[17] Tafsir As-Sa’di, hal. 948.
[18] Lihat Mafhum Al-Asma’ was Shifaat, Asy-Syaikh DR. Sa’ad bin Abdur Rahman Nada, Majalah Univ. Islam Madinah, no. 46. hal. 57 dan Fiqhul Asma’ Al-Husna, hal. 254.
[19] Lihat Mafhum Al-Asma’ was Shifaat, Asy-Syaikh DR. Sa’ad bin Abdur Rahman Nada, Majalah Univ. Islam Madinah, no. 46. hal. 58 dan Fiqhul Asma’ Al-Husna, hal. 254.
[20] Lihat Mafhum Al-Asma’ was Shifaat, Asy-Syaikh DR. Sa’ad bin Abdur Rahman Nada, Majalah Univ. Islam Madinah, no. 46. hal. 59 dan Fiqhul Asma’ Al-Husna, hal. 254.
Pembahasan sebelumnya:
https://sofyanruray.info/ringkasan-kaidah-kaidah-dalam-mengimani-sifat-sifat-allah-taala-bag-1/
https://sofyanruray.info/ringkasan-kaidah-kaidah-dalam-mengimani-sifat-sifat-allah-taala-bag-2/
https://sofyanruray.info/ringkasan-kaidah-kaidah-dalam-mengimani-sifat-sifat-allah-taala-bag-3/
https://sofyanruray.info/ringkasan-pembahasan-nama-nama-dan-sifat-sifat-allah-taala-bag-1/