بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Alhamdulillah, pada daurah tahun lalu (1434 H) bersama Asy-Syaikh ‘Utsman As-Salimi hafizhahullah, kita mendapatkan pelajaran-pelajaran yang sangat berharga dari beliau, tidak saja dalam pelajaran yang beliau sampaikan, tetapi juga dalam adab dan akhlak beliau, dan inilah diantara tujuan menuntut ilmu dari para ulama, yaitu mempelajari ilmu dan adab.
Diantara teladan beliau hafizhahullah, meskipun ilmu beliau yang sangat luas dan mendalam, namun beliau bersikap tawadhu’, dengan tetap mengambil ilmu dari orang yang lebih rendah ilmunya dibanding beliau, bahkan dari murid beliau sendiri.
Saya melihat sendiri pada dauroh tahun lalu, Asy-Syaikh ‘Utsman hafizhahullah mempersilahkan muridnya, Asy-Syaikh Sayyaf hafizhahullah untuk mengajar materi kaidah-kaidah fiqhiyyah, sebuah pelajaran untuk tingkat lanjutan dalam ilmu syar’i, bukan untuk pemula.
Ketika itu saya mengira Asy-Syaikh ‘Utsman hafizhahullah akan pergi ke kamar beliau untuk beristirahat karena beliau juga pasti lelah mengajar, ternyata beliau ikut duduk belajar bersama peserta dauroh.
Maka di manakah kita dari teladan para ulama?!
Sebagian Asatidzah panitia dauroh mengatakan, bahwa Asy-Syaikh Ahmad bin Syamlan hafizhahullah adalah seorang ulama yang juga sangat mendalam ilmunya, khususnya ilmu Bahasa Arab (salah satu materi beliau untuk Asatidzah di Indonesia 1435 H adalah pelajaran Balaghoh, satra Arab -insya Allah ta’ala- di Makassar).
Dan kita semua telah mengenal keilmuan dan kedudukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafizhahullah, bersamaan dengan itu beliau pun menghadiri majelis Asy-Syaikh Ahmad bin Syamlan hafizhahullah pada beberapa kesempatan.
Maka di manakah kita dari teladan para ulama?!
Al-Imam Waki’ rahimahullah berkata,
لا يكون الرجل عالما حتى يحدث عمن هو فوقه وعمن هو مثله وعمن هو دونه
“Tidaklah seseorang menjadi berilmu sampai ia belajar dari orang yang lebih tinggi darinya, dari yang setingkat dengannya, dan dari yang lebih rendah darinya.” [Fathul Bari, 1/479]
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata,
لا يكون المحدث كاملا حتى يكتب عمن هو فوقه, وعمن هو مثله, وعمن هو دونه
“Tidaklah seorang ahli hadits menjadi sempurna sampai ia menulis dari orang yang lebih tinggi darinya, dan dari yang setingkat dengannya, dan dari yang lebih rendah darinya.” [Fathul Bari, 1/479]
Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata dalam risalah Hilyah Thalibil ‘Ilmi,
واحذر داء الجبابرة: (الكبر)، فإن الكبر والحرص والحسد أول ذنب عصى لله به، فتطاولك على معلمك كبرياء، واستنكافك عمن يفيدك ممن هو دونك كبرياء، وتقصيرك عن العمل بالعلم حمأة كبر، وعنوان حرمان
العلم حرب للفتى المعالي … … كالسيل حرب للمكان العالي
“Berhati-hatilah wahai penuntut ilmu dari penyakit para tiran, yaitu kesombongan. Karena kesombongan, ketamakan dan hasad adalah dosa pertama yang dengannya Allah didurhakai, maka kelancanganmu terhadap gurumu adalah kesombongan, keenggananmu untuk mengambil faidah ilmu dari orang yang lebih rendah darimu adalah kesombongan, dan ketidaksungguhanmu dalam mengamalkan ilmu adalah benih kesombongan dan tanda tidak akan dianugerahi ilmu,
العلم حرب للفتى المعالي … … كالسيل حرب للمكان العالي
“Ilmu itu memerangi pemuda yang sombong, sebagaimana air tidak akan mengalir ke tempat yang tinggi.”
Semoga Allah ta’ala memberikan taufiq kepada kita untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan emas belajar langsung dari para ulama dalam Dauroh Masyaikh bulan Sya’ban tahun 1435 H ini.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Website: Sofyan Chalid bin Idham Ruray – www.SofyanRuray.info