Sunnah dan Bid’ah dalam Bertakbir Syawwal dan Dzulhijjah

0
162

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

1. ANJURAN MEMPERBANYAK TAKBIR

– Anjuran Memperbanyak Takbir Idul Fitri

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ الله عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan (bulan Ramadhan) dan hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [Al-Baqoroh: 185]

– Anjuran Memperbanyak Tahlil, Takbir dan Tahmid Idul Adha

Allah ta’ala berfirman,

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ

“Dan hendaklah mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah dimaklumi tersebut.” [Al-Hajj: 28]

Dan juga firman Allah ta’ala,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

“Dan berdzikirlah dengan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.” [Al-Baqoroh: 203]

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahih beliau,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ

“Dan berkata Ibnu ‘Abbas, Berdzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang telah dimaklumi maksudnya adalah pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, sedangkan hari-hari yang sudah ditentukan adalah hari-hari tasyriq (penyembelihan).”

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلاَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ، فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

“Tidaklah ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih yang lebih dicintai Allah ta’ala daripada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, maka perbanyaklah ucapan tahlil, takbir dan tahmid.” [HR. Ahmad no. 6154 dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

2. WAKTU BERTAKBIR

– Waktu Bertakbir Idul Fitri

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah berkata,

والتكبيرُ فيه: أوَّله من رُؤية الهلال، وآخره: انقضاء العيد، وهو فراغُ الإمامِ من الخطبة على الصحيح

“Takbir di hari Idul fitri dimulai sejak melihat hilal dan berakhir setelah selesainya ‘ied, yaitu selesainya imam dari khutbah, menurut pendapat yang paling shahih.” [Majmu’ Al-Fatawa, 24/221]

– Waktu Bertakbir Idul Adha

Takbir Idul Adha ada dua bentuk, yaitu muthlaq (1-13 Dzulhijjah) dan muqoyyad (9-13 Dzulhijjah). Adapun takbir Idul Fitri hanya muthlaq saja.

Jadi takbir Idul Adha terbagi menjadi dua waktu dan jenis:

Pertama: Takbir Muthlaq, artinya umum tanpa terkait waktu, hendaklah memperbanyak takbir kapan dan di mana saja, kecuali di tempat-tempat yang terlarang melafazkan dzikir, yaitu di WC dan yang semisalnya. Dimulai sejak awal Dzulhijjah sampai akhir hari Tasyriq.

Kedua: Takbir Muqoyyad, artinya terkait dengan sholat lima waktu, yaitu bertakbir setiap selesai sholat lima waktu, dimulai sejak ba’da Shubuh hari Arafah sampai ba’da Ashar di akhir hari Tasyriq. Adapun takbir Idul Fitri tidak disyari’atkan takbir muqoyyad setiap selesai sholat lima waktu.

Asy-Syaikh Ibnul ‘utsaimin rahimahullah berkata,

الفرق بين المطلق والمقيد أن المطلق في كل وقت، والمقيد خلف الصلوات الخمس في عيد الضحى فقط

“Perbedaan antara muthlaq dan muqoyyad, bahwa muthlaq dilakukan di setiap waktu, sedang muqoyyad dilakukan setelah sholat lima waktu pada Idul Adha saja.” [Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 16/265]

Takbir muthlaq dan muqoyyad ini disyari’atkan berdasarkan ijma’ dan perbuatan sahabat radhiyallahu’anhum [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/312 no. 10777]

Dan disyari’atkan bagi selain jama’ah haji. Adapun bagi jama’ah haji disunnahkan untuk memperbanyak ucapan talbiyah sampai melempar jamrah ‘aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah, barulah dibolehkan bertakbir, dan boleh mulai bertakbir sejak lemparan pertama pada jamrah ‘aqobah tersebut sampai akhir hari tasyriq.

Dan boleh juga bagi jama’ah haji untuk menggabungkan antara takbir dan talbiyah, yakni terkadang membaca takbir dan terkadang membaca talbiyah, namun yang afdhal bagi yang sedang ihram untuk mengucapkan talbiyah, sedang bagi yang tidak ihram untuk bertakbir. [Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, 13/19]

3. MENGERASKAN TAKBIR BAGI LAKI-LAKI DAN BERTAKBIR DI PERJALANAN MENUJU SHOLAT ‘IED

Disunnahkan mengeraskan takbir bagi laki-laki dan dipelankan bagi wanita, dan disunnahkan bertakbir di perjalanan ketika menuju sholat ‘Ied.

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam Shahih beliau,

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ

“Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah dalam keadaan bertakbir dan manusia bertakbir seperti takbir mereka, dan Muhammad bin Ali bertakbir setelah sholat sunnah.”

Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma,

أَنَّهُ كَانَ إِذَا غَدَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ يَجْهَرُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى ثُمَّ يُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْإِمَامُ

“Bahwa Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma apabila berangkat di pagi hari Idul Adha dan Idul Fitri, beliau mengeraskan takbir sampai tiba di tempat sholat, kemudian beliau terus bertakbir sampai imam datang.” [HR. Ad-Daruquthni, Al-Irwa: 650]

4. LAFAZ TAKBIR YANG DIANJURKAN

Lafaz takbir diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu,

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan segala puji hanya bagi Allah.” [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf, Al-Irwa: 654]

Dan beberapa lafaz lain yang diriwayatkan dari para sahabat dan tabi’in, namun tidak ada dalil adanya lafaz khusus dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sehingga dalam perkara ini terdapat keluasan [Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 5/169-17]

5. BEBERAPA KESALAHAN DALAM BERTAKBIR HARI RAYA

Pertama: Takbir berjama’ah dengan cara dipimpin oleh seseorang dan diikuti oleh jama’ah secara serentak satu suara tidak disyari’atkan, maka termasuk kategori mengada-ada dalam agama, dan seluruh dalil yang digunakan untuk mendukungnya adalah pendalilan yang bukan pada tempatnya.

Disebutkan dalam fatwa Ulama Ahlus Sunnah yang tergabung dalam Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa:

لكن التكبير الجماعي بصوت واحد ليس بمشروع بل ذلك بدعة؛ لما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: «من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد» ولم يفعله السلف الصالح، لا من الصحابة، ولا من التابعين ولا تابعيهم، وهم القدوة، والواجب الاتباع، وعدم الابتداع في الدين

“Akan tetapi takbir berjama’ah dengan satu suara tidak disyari’atkan, bahkan itu adalah bid’ah, karena telah shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, ‘Barangsiapa mengada-ada dalam agama kami ini yang tidak berasal darinya maka itu tertolak’. Dan tidak pernah dilakukan oleh As-Salafus Shaalih, tidak diriwayatkan dari sahabat, tidak pula tabi’in dan tabi’ut tabi’in, padahal mereka adalah teladan dalam beragama, maka yang wajib adalah meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak berbuat bid’ah dalam agama.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/311 no. 9887]

Asy-Syaikh Ibnul ‘utsaimin rahimahullah berkata,

هذه الصفة التي ذكرها السائل لم ترد عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وأصحابه، والسنة أن يكبر كل إنسان وحده

“Cara bertakbir yang disebutkan penanya (yaitu takbir secara berjama’ah) tidak ada dalilnya dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabat beliau, yang sunnah adalah setiap orang bertakbir sendiri.” [Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 16/267]

Kedua: Apalagi sampai mengadakan konvoi di jalanan yang dapat mengganggu ketertiban umum, kemacetan dan berbagai macam kemaksiatan seperti ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan wanita) dan lain-lain.

Ketiga: Meneriakkan takbir diiringi alat-alat musik dan nyanyian, padahal musik dan nyanyian diharamkan dalam Islam.

Keempat: Bertakbir atau berdzikir tapi tidak mengetahui makna yang terkandung di dalam lafaznya dan tidak pula khusyu’ saat membacanya.

Kelima: Bertakbir atau berdzikir tapi tidak mengamalkan kandungan makna yang ada di dalam lafaznya di kehidupan sehari-hari.

Simak Video Pendek:

https://youtu.be/ZF6lRoScZ44

https://fb.watch/e4UBWqMCh6/

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

═══ ❁✿❁ ═══

Umroh Bersama Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah

HUBUNGI
WA wa.me/628118247111
IG @travel.sofyanruray.info

═══ ❁✿❁ ═══

GABUNG TELEGRAM
t.me/taawundakwah
t.me/sofyanruray
t.me/kajian_assunnah
t.me/kitab_tauhid
t.me/videokitabtauhid
t.me/kaidahtauhid
t.me/akhlak_muslim

WA GROUP KAJIAN ISLAM
Ketik: Daftar
Kirim ke Salah Satu Admin:
wa.me/628111833375
wa.me/628111377787
wa.me/628119193411

Website dan Medsos:
sofyanruray.info
taawundakwah.com
twitter.com/sofyanruray
facebook.com/sofyanruray.info
instagram.com/sofyanruray.info
youtube.com/c/kajiansofyanruray

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini