بسم الله الرحمن الرحيم
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَشَفَ سِتْراً فَأَدْخَلَ بَصَرَهُ فِي البَيْتِ قَبْلَ أَنْ يُؤْذَنَ لَهُ، فَرَأَى عَوْرَةَ أَهْلِهِ، فَقَدْ أتَى حَدّاً لاَ يَحِلُّ لَهُ أنْ يَأْتِيَهُ، لَوْ أَنَّهُ حِينَ أَدْخَلَ بَصَرَهُ اسْتَقْبَلَهُ رَجُلٌ، فَفَقَأَ عَيْنَهُ مَا عَيَّرْتُ عَلَيْهِ، وَإِنْ مَرَّ رَجُلٌ عَلَى بَابٍ لا سِتْرَ لَهُ غَيْرِ مُغْلَقٍ، فَيَنْظُرُ لا خَطِيئَةَ عَلَيْهِ، إِنَّمَا الْخَطِيئَةُ عَلَى أَهْلِ البَيْتِ
“Barangsiapa menyingkap tirai rumah orang lain, kemudian ia melihat ke dalam rumah itu sebelum ia mendapat izin, lalu ia melihat aurat penghuninya, maka sungguh ia telah melanggar ketentuan (yang mengharuskan ia dihukum oleh pemerintah) yang tidak halal baginya untuk melanggarnya. Andaikan ketika ia melihat ke dalam rumah tersebut lalu seorang penghuni rumah menghadapinya, kemudian merusak matanya maka aku tidak mencela penghuni rumah itu. Adapun jika seseorang melewati rumah yang tidak memiliki tirai serta tidak ditutup, lalu ia melihat (tanpa sengaja) maka tidak ada dosa baginya, akan tetapi dosa bagi penghuni rumah (karena tidak memasang tirai atau menutup rumah mereka).” [HR. At-Tirmidzi dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 3463]
Beberapa Pelajaran:
1) Wajib atas penghuni rumah untuk menutup rumah agar tidak terlihat aurat mereka. Terutama aurat kaum wanita, Allah ta’ala telah menjadikan rumah sebagai penutup aurat bagi wanita, sebagaimana firman-Nya,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan tetap tinggallah kalian wahai para wanita di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian ber-tabarruj (bersolek) seperti bersoleknya wanita Jahiliyah dulu.” [Al-Ahzab: 33]
Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ أي: اقررن فيها، لأنه أسلم وأحفظ لَكُنَّ، {وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى} أي: لا تكثرن الخروج متجملات أو متطيبات، كعادة أهل الجاهلية الأولى، الذين لا علم عندهم ولا دين، فكل هذا دفع للشر وأسبابه
“Firman Allah ta’ala, “Dan hendaklah kalian wahai para wanita tetap di rumahmu”, maknanya: Tinggallah di dalam rumah karena itu lebih menyelamatkan dan menjaga kalian. Dan firman Allah ta’ala (pada lanjutan ayat), “Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”, maknanya: Wahai para wanita, janganlah kalian sering keluar rumah dengan mempercantik diri atau mengenakan wewangian seperti kebiasaan wanita-wanita Jahiliyah dahulu yang tidak memiliki ilmu dan ketakwaan, maka semua larangan ini demi mencegah kejelekan dan sebab-sebabnya.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 663]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa allam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا أَقْرَبُ مَا يَكُونُ إِلَى اللَّهِ وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا
“Wanita adalah aurat, dan apabila ia keluar dari rumahnya maka setan akan menghiasinya, dan sesungguhnya seorang wanita lebih dekat kepada Allah ta’ala ketika ia berada di dalam rumahnya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ath-Thabarani, dan lafaz ini milik beliau, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 2688]
Sahabat yang Mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,
ما تعبدت الله امرأة ، بمثل تقوى الله ، وجلوسها في بيتها
“Tidaklah seorang wanita beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah yang melebihi ketakwaan kepada Allah dan diam di rumah.” [Tafsir As-Sam’ani, 4/279]
• Maka hendaklah yang tinggal serumah hanya orang-orang yang memiliki hubungan mahram atau suami istri.
• Jika ada orang lain seperti pembantu dan kerabat non mahram maka wajib menjaga batasan-batasan pergaulan antara lawan jenis, seperti membuat hijab di antara ruangan dan menetapkan ruangan khusus keluarga yang tidak boleh dimasuki oleh pembantu dan kerabat non mahram.
• Tidak boleh bercampur baur apalagi sampai berdua-duaan antara anggota keluarga dan supir atau pembantu lawan jenis maupun kerabat non mahram seperti saudara ipar, istri paman dan lain-lain.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إيَّاكُمْ والدخول على النساءِ فقالَ رجلٌ منَ الأنصار يا رسولَ الله أفرأيتَ الْحَمُو قالَ الْحَمُو الموت
“Janganlah kalian memasuki tempat para wanita. Maka berkata seorang lelaki dari kaum Anshar: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar? Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berkata: Ipar adalah kematian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu]
Al-Imam Ath-Thobari rahimahullah berkata,
المعنى أن خلوة الرجل بامرأة أخيه أو بن أخيه تنزل منزلة الموت
“Maknanya adalah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan istri saudaranya atau istri ponakannya sama seperti (bahaya) kematian.” [Fathul Baari, 9/332]
2) Wajibnya meminta izin sebelum membuka pintu dan melihat atau memasuki rumah orang lain. Allah ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” [An-Nuur: 27]
3) Hendaklah orang yang mendatangi rumah orang lain meminta izin terlebih dahulu dan berdiri di samping, tidak di depan pintu agar ketika pintu dibuka ia tidak melihat aurat penghuni rumah. Sahabat yang Mulia Abdullah bin Busr radhiyallahu’anhu berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى بَابَ قَوْمٍ لَمْ يَسْتَقْبِلِ الْبَابَ مِنْ تِلْقَاءِ وَجْهِهِ، وَلَكِنْ مِنْ رُكْنِهِ الْأَيْمَنِ، أَوِ الْأَيْسَرِ، وَيَقُولُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam apabila mendatangi pintu rumah sesorang, beliau tidak menghadapnya akan tetapi menyamping di sebelah kanan atau kiri dan berkata: Assalamu’alaikum, Assalamu’alaikum.” [HR. Abu Daud, Al-Misykah: 4673]
4) Larangan keras mengintip rumah orang lain. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ، فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ، فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
“Jika ada seseorang mengintipmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu hingga mencolok matanya, maka engkau tidak berdosa.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
5) Adapun cara meminta izin, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ
“Jika salah seorang di antara kalian meminta izin masuk tiga kali dan tidak ada jawaban, maka pulanglah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhu]
Sahabat yang Mulia Rib’i radhiyallahu’anhu berkata,
حَدَّثَنَا رَجُلٌ مَنْ بَنِي عَامِرٍ أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتٍ فَقَالَ: أَلِجُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِخَادِمِهِ: ” اخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الِاسْتِئْذَانَ، فَقُلْ لَهُ: قُلِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، أَأَدْخُلُ؟ ” فَسَمِعَهُ الرَّجُلُ، فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، أَأَدْخُلُ؟ فَأَذِنَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَخَلَ
“Seorang lelaki dari bani ‘Amir menceritakan kepada kami bahwa sesungguhnya dia minta izin (masuk) kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ketika beliau tengah berada di dalam rumahnya, ia berkata: “Apakah aku boleh masuk ?”, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepada pembantunya: “Keluarlah kepada orang ini, ajarkan dia cara meminta izin, dan katakan kepadanya: “Ucapkanlah “Assalamu’alaikum, apakah aku boleh masuk?”, lalu lelaki tersebut mendengarnya kemudian mengucapkan: “Assalamu’alaikum, apakah aku boleh masuk?”, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memberinya izin, lalu dia masuk.” [HR. Abu Daud, Ash-Shahihah: 819]