Mensyukuri Nikmat adalah Nikmat Terbesar

2
4481

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَنْعَمَ اللهُ عزّ وجلّ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً فَحَمِدَ اللهَ عزّ وجلّ عَلَيْهَا إِلاَّ كَانَ ذَلِكَ الحمد أَفْضَلَ مِنْ تِلْكَ النِّعْمَةِ

“Tidaklah Allah ‘azza wa jalla menganugerahkan kenikmatan kepada seorang hamba, kemudian ia memuji Allah ‘azza wa jalla karenanya, kecuali al-hamdu (pujian) itu menjadi lebih afdhal daripada kenikmatan tersebut.” [HR. Ath-Thabarani dari Abu Umamah radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 5562]

BEBERAPA PELAJARAN

1. Kewajiban mensyukuri setiap kenikmatan, baik nikmat dunia maupun nikmat agama, dan orang yang bersyukur adalah yang senantiasa beribadah kepada Allah ta’ala; menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

الشكر يكون: بالقلب: خضوعا واستكانة، وباللسان: ثناء واعترافا، وبالجوارح: طاعة وانقيادا

“Syukur itu terlaksana dengan (tiga perkara): (1) Hati: Tunduk dan merendah karena takut kepada Allah, (2) Lisan: Memuji Allah dan mengakui nikmat-Nya, (3) Anggota tubuh: Taat dan patuh kepada-Nya.” [Madaarijus Saalikin, 6/246]

2. Nikmat mengamalkan agama adalah nikmat terbesar, melebihi nikmat dunia apa pun, maka hal ini menunjukkan rendahnya dunia, sehingga Allah memberikannya kepada orang mukmin dan orang kafir, adapun nikmat ibadah hanya Allah berikan kepada kaum mukminin.

Al-Imam Al-Munawi rahimahullah berkata,

المراد بالنعم الدنيوية كعافية ورزق والحمد من النعم الدينية وكلاهما نعمة من الله على عبده بهدايته لشكر نعمته بالحمد عليها أفضل من نعمه الدنيوية على عبده فإن هذه إن لم يقترن بها شكر كانت بلية

“Yang dimaksud dengan nikmat duniawi seperti kesehatan dan rezeki, sedang ucapan “al-hamdu” termasuk nikmat agama, keduanya adalah nikmat dari Allah atas hamba-Nya; Allah berikan hidayah kepadanya untuk mensyukuri nikmat-Nya dengan memuji Allah atas kenikmatan tersebut, maka itu lebih afdhal dari nikmat duniawi yang Allah berikan atas hamba-Nya, karena nikmat duniawi yang tidak disertai kesyukuran adalah bencana.” [Faidhul Qodir, 5/547]

3. Seorang hamba hendaklah mengakui bahwa ia tidak dapat bersyukur secara hakiki, karena kesyukuran itu sendiri adalah sebuah kenikmatan besar yang membutuhkan kesyukuran berikutnya, dan kesyukuran berikutnya juga sebuah kenikmatan yang membutuhkan kesyukuran berikutnya, demikian seterusnya. Dan ketika kita bersyukur pun, kesyukuran kita tak akan pernah bisa menyamai kenikmatan yang Allah berikan, tapi mengapa kita masih bermaksiat dan tidak bersyukur?!

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

على كل نعمة على العبد من الله في دين أو دنيا يحتاج إلى شكر عليها ثم للتوفيق للشكر عليها نعمة أخرى تحتاج إلى شكر ثان ثم التوفيق للشكر الثاني نعمة أخرى يحتاج إلى شكر أخر وهكذا أبدا فلا يقدر العبد على القيام بشكر النعم وحقيقة الشكر الاعتراف بالعجز عن الشكر

“Atas setiap nikmat dari Allah untuk seorang hamba, baik nikmat agama maupun dunia wajib disyukuri, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur maka itu adalah kenikmatan lain yang wajib disyukuri yang kedua, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur yang kedua maka itu juga kenikmatan yang wajib disyukuri berikutnya, demikian seterusnya, seorang hamba tidak akan mampu mensyukuri semua kenikmatan, oleh karena itu hakikat syukur adalah pengakuan atas ketidakmampuan hamba dalam bersyukur.” [Lathooiful Ma’aarif: 244]

4. Nikmat dunia seperti kesehatan, kekayaan, kedudukan dan lain-lain hanyalah musibah apabila tidak disyukuri dan tidak dimanfaatkan untuk beribadah kepada Allah ta’ala.

Abu Hazim Salamah bin Dinar rahimahullah berkata,

كلُّ نعمة لا تقرِّب من الله فهي بلية

“Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka itu adalah petaka.” [Fiqhul ‘Ad’iyati wal Adzkaar lisy-Syaikh Abdir Rozzaq Al-Badr hafizhahullah, hal. 257]

5. Kewajiban mencintai Allah ta’ala, karena Dia selalu mencurahkan nikmat-Nya kepada kita, bahkan dalam musibah sekali pun terdapat berbagai macam nikmat yang besar, seperti pahala kesabaran, pengampunan dosa dan penggantian yang lebih baik daripada milik kita yang hilang. Inilah sebabnya kita selalu mengucapkan alhamdulillaah, karena dalam ucapan tersebut terkandung cinta dan pemuliaan kepada Allah ta’ala.

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

الْحَمْدُ وصفُ المحمود بالكمال مع المحبة والتعظيم؛ الكمال الذاتي والوصفي والفعلي؛ فهو كامل في ذاته وصفاته وأفعاله

“Al-Hamdu adalah pensifatan terhadap yang dipuji (Allah) dengan sifat kesempurnaan, pujian yang disertai cinta dan pengagungan. Kesempurnaan-Nya mencakup zat, sifat dan perbuatan. Maka Dia sempurna pada zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya.” [Tafsir Ibnil ‘Utsaimin, 2/5]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Sumber: https://sofyanruray.info/mensyukuri-nikmat-adalah-nikmat-terbesar/

════ ❁✿❁ ════

Ikuti Kajian Online Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah:
Youtube
Facebook
Instagram
Telegram
Twitter
Website
WA Group
WA Bisnis

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini