بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Nikahilah wanita yang penyayang lagi peranak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain (pada hari kiamat).” [HR. Abu Daud dan An-Nasaai dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu, dan Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahih Abi Daud: 1789]
BEBERAPA PELAJARAN
1. Dalam hadits yang mulia ini terdapat perintah menikah dan larangan hidup membujang. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
تَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا تَكُونُوا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى
“Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan jumlah kalian terhadap umat-umat yang lain pada hari kiamat, dan janganlah hidup membujang seperti Kependetaan Kristen.” [HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro dari Abu Umamah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1782]
Bahkan para pemuda diperintahkan segera menikah apabila telah mampu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, siapa diantara kalian telah memiliki kemampuan hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, barangsiapa tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena itu akan menjadi perisai baginya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu]
2. Dalam hadits yang mulia ini terkandung anjuran dalam pernikahan:
– Memilih wanita yang memiliki dua sifat:
Pertama: Penyayang, yaitu menyayangi suami.
Kedua: Peranak, subur kandungannya dan mau punya banyak anak.
– Mempertahankan pernikahan dengan wanita yang memiliki dua sifat tersebut (lihat Al-Mirqoh: 5/2047).
3. Keutamaan wanita yang penyayang melebihi kecantikan, kekayaan dan keturunan, bahwa sifat istri yang penyayang termasuk sebab terbesar kelanggengan rumah tangga, karena seorang wanita yang memiliki sifat tersebut akan nampak dalam sikap dan prilakunya terhadap suami, dan inilah wanita penghuni surga.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَلا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا : بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ ، قَالَ : كُلُّ وَدُود وَلُود ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا ، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِي فِي يَدِكَ لا أَكْتَحِلُ بِغُمْضٍ حَتَّى تَرْضَى
“Maukah kalian aku kabarkan tentang istri-istri kalian di surga? Para sahabat berkata: Tentu wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Setiap istri yang penyayang lagi peranak, apabila ia marah atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: Ini tanganku di tanganmu, aku tidak akan bisa terpejam sampai engkau ridho.” [HR. Ath-Thabrani dari Anas, Ibnu ‘Abbas dan Ka’ab bin ‘Ujroh radhiyallaahu’anhum, Ash-Shahihah: 3880]
Al-Hafizh Al-Munawi rahimahullah berkata,
المتحببة لزوجها بنحو تلطف في الخطاب وكثرة خدمة وأدب وبشاشة
“Wanita yang penyayang adalah yang menampakkan cinta kepada suaminya; seperti dengan kelembutan dalam berbicara, banyak membantu, beradab dan selalu ceria serta ramah (kepada suaminya).” [Faidhul Qodir, 3/242]
4. Dalam hadits yang mulia ini juga terkandung motivasi untuk memperbanyak anak. Dan diantara cara mengetahui wanita yang subur kandungannya adalah:
– Melihat kerabat-kerabatnya secara umum, apabila mereka memiliki banyak anak maka kemungkinan besar wanita tersebut juga peranak (lihat Al-Mirqoh: 5/2047).
– Apabila ibunya, saudara-saudara perempuannya, bibi-bibinya dan keluarga wanitanya yang lain memiliki banyak anak, juga kemungkinan besar wanita tersebut peranak (lihat Syarhu Sunan Abi Daud lisy Syaikh Al-‘Abbad hafizhahullah, 21/298, Asy-Syaamilah).
– Apabila ia telah pernah menikah (janda) dan banyak anak (lihat Syarhu Sunan Abi Daud lisy Syaikh Al-‘Abbad hafizhahullah, 21/298, Asy-Syaamilah).
5. Beberapa ringkasan hukum terkait pengaturan dan pembatasan kelahiran atau Program KB:
– Pembatasan kelahiran hukum asalnya haram, karena bertentangan dengan hadits yang mulia ini, yang memerintahkan untuk memperbanyak anak, dan juga karena mengandung prasangka buruk kepada Allah apabila pembatasan kelahiran itu karena khawatir kekurangan rezeki atau masalah ekonomi (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/298 no. 3205).
– Pembatasan kelahiran dibolehkan apabila karena suatu penyakit sehingga kehamilan atau melahirkan akan sangat membahayakan sang ibu, menurut persaksian dokter muslim yang ahli dan terpercaya (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/293 no. 443).
– Pengaturan jarak kelahiran untuk suatu kemaslahatan dibolehkan, seperti karena lemahnya istri untuk hamil, atau untuk menyusui anaknya yang masih dalam masa persusuan (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/300 no. 16013).
– Pembatasan kelahiran termasuk makar orang-orang kafir terhadap kaum muslimin untuk kepentingan penjajahan (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/297 no. 2221).
– Tidak boleh menggugurkan kandungan dengan alasan apa pun apabila telah mencapai umur kehamilan 4 bulan, apabila akan mengakibatkan wafatnya janin, karena masa itu telah ditiupkan ruh, dan dibolehkan sebelum itu apabila memudaratkan sang ibu (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/295 no. 443).
– Pemakaian obat-obatan atau suntikan untuk mencegah kehamilan dibolehkan dengan dua syarat:
Pertama: Ada alasan yang benar untuk mencegah kehamilan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Kedua: Tidak mendatangkan kemudaratan yang semisal atau lebih besar, yaitu berbagai macam penyakit yang lebih berbahaya menurut persaksian dokter muslim yang ahli dan terpercaya (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/294 no. 443).
– Hukum membatasi kelahiran dengan alasan pendidikan anak:
Pertama: Alasan pendidikan anak dalam artian khawatir tidak dapat membiayai pendidikan mereka bukan termasuk alasan darurat. Melakukan KB karena alasan itu adalah bentuk prasangka buruk kepada Allah ta’ala, karena sesungguhnya Allah ta’ala Ar-Rozzaq, Maha Pemberi rezeki.
Kedua: Adapun jika yang dimaksud pendidikan anak adalah kemampuan orang tua mendidik mereka maka ini juga bukan alasan yang dapat diterima karena dua sebab utama:
1) Masa depan adalah sesuatu yang ghaib.
2) Seseorang tidak tahu siapa anaknya yang mendapatkan hidayah oleh Allah ta’ala, apakah yang telah lahir dan telah dididik ataukah yang akan lahir berikutnya.
Maka hendaklah ia bertawakkal kepada Allah ta’ala, menyandarkan urusannya kepada-Nya, dan janganlah mengikuti program KB dengan alasan itu (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 19/301 no. 2114).
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
GABUNG TELEGRAM DAN GROUP WA TA’AWUN DAKWAH & BIMBINGAN ISLAM
Channel Telegram:
taawundakwah
kajian_assunnah
kitab_tauhid
videokitabtauhid
kaidahtauhid
akhlak_muslim
Gabung WAG Ketik: Daftar
Kirim ke 628111833375
Atau 628111377787
Medsos dan Website:
Facebook
Instagram
Website
#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]