Beriman kepada yang Ghaib dan Kekafiran Filsafat Materialisme

0
7133

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

الم، ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ، الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ

“Alif Laam Miim. Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu); mereka yang beriman kepada yang ghaib…” [Al-Baqoroh: 1-5]

Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,

حقيقة الإيمان: هو التصديق التام بما أخبرت به الرسل، المتضمن لانقياد الجوارح، وليس الشأن في الإيمان بالأشياء المشاهدة بالحس، فإنه لا يتميز بها المسلم من الكافر. إنما الشأن في الإيمان بالغيب، الذي لم نره ولم نشاهده، وإنما نؤمن به، لخبر الله وخبر رسوله. فهذا الإيمان الذي يميز به المسلم من الكافر، لأنه تصديق مجرد لله ورسله. فالمؤمن يؤمن بكل ما أخبر الله به، أو أخبر به رسوله، سواء شاهده، أو لم يشاهده وسواء فهمه وعقله، أو لم يهتد إليه عقله وفهمه. بخلاف الزنادقة والمكذبين بالأمور الغيبية، لأن عقولهم القاصرة المقصرة لم تهتد إليها فكذبوا بما لم يحيطوا بعلمه ففسدت عقولهم، ومرجت أحلامهم. وزكت عقول المؤمنين المصدقين المهتدين بهدى الله.
ويدخل في الإيمان بالغيب، الإيمان بجميع ما أخبر الله به من الغيوب الماضية والمستقبلة، وأحوال الآخرة، وحقائق أوصاف الله وكيفيتها، وما أخبرت به الرسل من ذلك فيؤمنون بصفات الله ووجودها، ويتيقنونها، وإن لم يفهموا كيفيتها

“Hakikat keimanan adalah:
1. Pembenaran secara menyeluruh terhadap apa yang dikabarkan oleh para Rasul.
2. Mencakup ketundukan anggota tubuh (amalan-amalan zhahir).

Dan bukanlah hakikat iman itu meyakini apa-apa yang dapat disaksikan dengan panca indera saja, karena itu tidak membedakan antara seorang muslim dengan kafir (karena sama-sama memiliki panca indera yang dapat menyaksikan).

Hanyalah hakikat iman itu adalah meyakini yang ghaib, yang tidak kita lihat dan saksikan, akan tetapi kita mengimaninya karena adanya berita dari Allah dan Rasul-Nya.

Inilah diantara keimanan yang membedakan seorang muslim dengan orang kafir, karena mengimani yang ghaib adalah semata-mata pembenaran terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Maka seorang mukmin mengimani semua yang dikabarkan oleh Allah atau yang dikabarkan oleh Rasul-Nya, sama saja apakah ia menyaksikannya atau tidak menyaksikannya, apakah ia memahaminya dan mampu dicerna akalnya atau pun akal dan pemahamannya tidak sanggup menggapainya.

Berbeda dengan orang-orang sesat dan mendustakan perkara-perkara ghaib, mereka tidak beriman hanya karena akal-akal mereka pendek, terbatas dan tidak sanggup menggapainya, mereka pun mendustakan sesuatu yang tidak dapat dililiputi secara menyeluruh ilmunya oleh akal manusia, maka rusaklah akal-akal mereka dan hilanglah kecerdasan mereka, sedang akal-akal kaum mukminin tetap bersih karena membenarkan perkara ghaib dan menempuh jalan hidayah Allah.

Dan termasuk keimanan terhadap yang ghaib adalah:

1. Mengimani seluruh yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-rasul-Nya tentang perkara-perkara ghaib yang telah lalu dan yang akan datang.

2. Mengimani keadaan-keadaan di akhirat (yang disebutkan dalam dalil shahih).

3. Mengimani hakikat dan bentuk sifat-sifat Allah, maka mereka mengimani dan meyakini keberadaan sifat-sifat Allah (yang maha tinggi lagi maha mulia) meski mereka tidak memahami hakikat bentuknya.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 40-41]

BEBERAPA PELAJARAN

1. Tidak diragukan lagi bahwa ayat yang mulia ini adalah bantahan terhadap paham kekafiran filsafat materialisme yang tidak mempercayai perkara ghaib, dan bahwa pemahaman tersebut adalah kekafiran kepada Allah ta’ala, siapa saja yang menyakininya maka ia kafir.

2. Tidak akan mencapai derajat iman dan takwa selamanya apabila tidak beriman kepada yang ghaib.

3. Iman kepada yang ghaib termasuk pembeda utama antara mukmin dan kafir.

4. Kewajiban beriman terhadap semua pengabaran Allah dan Rasul-Nya, dan menundukkan akal di bawahnya.

5. Termasuk keimanan penting terhadap perkara ghaib:
– Mempercayai berita-berita tentang umat terdahulu yang dikabarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
– Mengimani seluruh kejadian masa depan yang dikabarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
– Mengimani peristiwa peristiwa setelah kematian yang dikabarkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
– Beriman kepada seluruh sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi, bahwa:
(1) Sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
(2) Tidak sama dengan sifat-sifat makhluk.
(3) Dapat dipahami maknanya.
(4) Hakikat bentuknya adalah termasuk perkara ghaib yang kita tidak ketahui, maka ilmu tentang itu kita serahkan kepada Allah ‘azza wa jalla.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

GABUNG TELEGRAM DAN GROUP WA TA’AWUN DAKWAH & BIMBINGAN ISLAM

Channel Telegram:
taawundakwah
kajian_assunnah
kitab_tauhid
videokitabtauhid
kaidahtauhid
akhlak_muslim

Gabung WAG Ketik: Daftar
Kirim ke 628111833375
Atau 628111377787

Medsos dan Website:
Facebook
Instagram
Website

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini