Amalan dan Ketentuan Jelang Ramadhan

Artikel Ramadhan (01)

0
738

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pertama: Meng-qodho’ Hutang Puasa

Bulan Sya’ban adalah kesempatan terakhir untuk meng-qodho’ hutang puasa, kecuali bagi orang yang masih memiliki udzur.

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ

“Aku pernah memiliki kewajiban qodho’ puasa Ramadhan, maka aku tidak bisa meng-qodho’ kecuali di bulan Sya’ban.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Maka bagi yang tidak punya udzur harus diqodho’ sebelum memasuki Ramadhan berikutnya, jika ia menunda sampai Ramadhan berikutnya tanpa udzur maka ia tetap harus meng-qodho’ dan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla, dan membayar kaffarah untuk setiap hari sebesar 1 sho’ makanan pokok (sekitar 1,5 Kg beras), diberikan kepada orang miskin.

Kedua: Anjuran Memperbanyak Puasa di Bulan Sya’ban

Menyambut Ramadhan, ada peluang-peluang ibadah yang sangat agung untuk menambah bekal-bekal perjalanan menuju negeri akhirat, diantaranya adalah memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban.

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,

كَانَ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ صَامَ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ أَفْطَرَ ، وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa sampai kami pun mengatakan sungguh beliau telah berpuasa, dan beliau tidak berpuasa sampai kami pun mengatakan sungguh beliau tidak berpuasa. Dan aku sama sekali tidak pernah melihat beliau berpuasa (sunnah) pada suatu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, beliau pernah berpuasa di seluruh bulan Sya’ban, beliau pernah berpuasa hampir di seluruh bulan Sya’ban.” [HR. Muslim]

Sahabat yang Mulia Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma berkata,

قُلْت : يَا رَسُول اللَّه ، لَمْ أَرَك تَصُومُ مِنْ شَهْر مِنْ الشُّهُور مَا تَصُوم مِنْ شَعْبَان , قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاس عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَان , وَهُوَ شَهْر تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلَى رَبّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa pada suatu bulan melebihi Sya’ban? Beliau bersabda: Itu adalah bulan yang manusia melalaikannya, yang berada di antara Rajab dan Ramadhan, sedang ia adalah bulan yang padanya diangkat amalan-amalan kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku ingin ketika amalanku diangkat dan aku sedang berpuasa.” [HR. Abu Daud dan An-Nasaai, Shahih Sunan An-Nasaai: 2221]

Inilah yang disunnahkan di bulan Sya’ban, yaitu memperbanyak puasa sunnah. Adapun melakukan perayaan Pertengahan (Nishfu) Sya’ban, yasinan, sholat khusus di malamnya dan puasa khusus di siang harinya, maka termasuk mengada-ada dalam agama, tidak ada dalil shahih yang menunjukkannya.[1]

Ketiga: Tentang Larangan Berpuasa di Pertengahan Sya’ban

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا

“Apabila telah masuk pertengahan Sya’ban maka janganlah kamu berpuasa.” [HR. Abu Daud dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Sebagian ulama menilai hadits ini lemah, dan ulama yang menilainya shahih pun menjelaskan bahwa larangan yang terdapat dalam hadits ini maknanya adalah terlarang bagi orang yang tidak memiliki kebiasaan puasa sunnah.[2]

Maka boleh berpuasa sunnah bagi orang yang terbiasa melakukan puasa sunnah, walau sudah masuk pertengahan Sya’ban. Demikian pula orang yang meng-qodho’ hutang puasa, maka dibolehkan sebagaimana keumuman hadits Aisyah radhiyallahu’anha tentang qodho’ hutang puasa beliau di bulan Sya’ban.

Keempat: Larangan Mendahului Ramadhan dengan Puasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا، فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah mendahuli Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka silakan ia berpuasa.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa tidak boleh mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya dengan alasan untuk ‘berhati-hati’, karena ‘berhati-hati’ itu haruslah tetap dalam keadaan mengikuti ketentuan syari’at.

Apabila menyelisihi syari’at maka itu bukan ‘berhati-hati’, tetapi melampuai batas dan menentang syari’at.[3]

Dan kelompok yang berpuasa mendahului Ramadhan dengan alasan berhati-hati adalah golongan sesat Syi’ah, maka hadits yang mulia ini membantah mereka.[4]

Dan bisa jadi karena sebab inilah mereka menggunakan hisab dalam penentuan awal Ramadhan, bukan dengan ru’yatul hilal, dan merekalah yang pertama menggunakan hisab, lalu diikuti oleh sebagian fuqoha, padahal sebelumnya ulama sepakat tidak boleh menggunakan hisab.[5]

Hadits yang mulia ini juga menunjukkan boleh bagi orang yang terbiasa puasa sunnah untuk tetap berpuasa sunnah satu atau dua hari sebelum Ramadhan. Demikian pula puasa wajib seperti nazar dan qodho’ masih dibolehkan, karena yang dilarang adalah orang yang berpuasa dengan alasan ‘berhati-hati’ karena khawatir sudah masuk Ramadhan.[6]

Kelima: Larangan Berpuasa di Hari yang Diragukan

Sahabat yang Mulia Ammar bin Yasir radhiyallahu’anhuma berkata,

مَنْ صَامَ اليَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa berpuasa di hari manusia ragu padanya, maka sungguh ia telah menentang Abul Qosim (Nabi Muhammad) shallallahu’alaihi wa sallam.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, Irwaaul Ghalil: 961]

Hari yang diragukan adalah tanggal 30 Sya’ban, ketika muncul kemungkinan bahwa itu adalah 1 Ramadhan, sebabnya karena mendung yang menghalangi terlihatnya hilal.[7]

Maksud larangan dalam hadits ini juga adalah larangan berpuasa dengan alasan ‘berhati-hati’ karena khawatir sudah masuk Ramadhan.[8]

Adapun puasa wajib yang lain seperti nazar, kaffarah dan qodho’ maka boleh. Demikian pula boleh bagi orang yang terbiasa puasa sunnah seperti Senin dan Kamis yang bertepatan dengan hari yang di ragukan.[9]

Catatan Kaki:

[1] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 3/63-64 no. 2222 dan 3/61, no. 884.

[2] Lihat Aunul Ma’bud wa Haasyiatu Ibnil Qoyyim rahimahullah, 6/330.

[3] Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 6/479.

[4] Lihat Ihkaamul Ahkaam, 2/7.

[5] Lihat Fathul Baari, 4/127 sebagaimana akan datang pembahasannya insya Allah.

[6] Lihat Subulus Salaam, 1/556-557.

[7] Lihat Subulus Salaam, 1/558 dan Asy-Syarhul Mumti’, 6/479.

[8] Lihat Nailul Author, 3/370.

[9] Lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/408.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

═══ ❁✿❁ ═══

Bimbingan Umroh & Haji Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah

Insya Allah Keberangkatan Umroh dan Haji 2024
– Akhir Ramadhan I’tikaf 1 April 2024
– Haji Tanpa Antri 2024
– Umroh 17 Agustus 2024

HUBUNGI wa.me/628118184211

═══ ❁✿❁ ═══

GABUNG TELEGRAM
t.me/taawundakwah
t.me/sofyanruray
t.me/kajian_assunnah
t.me/kitab_tauhid
t.me/videokitabtauhid
t.me/kaidahtauhid
t.me/akhlak_muslimt.me/akhlak_muslim

WA GROUP KAJIAN ISLAM
Ketik: Daftar
Kirim ke Admin:
wa.me/628111833375

Medsos dan Website:
youtube.com/c/kajiansofyanruray
instagram.com/sofyanruray.info
facebook.com/sofyanruray.info
instagram.com/taawundakwah
facebook.com/taawundakwah
twitter.com/sofyanruray
sofyanruray.info

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini