Air yang Tercampur Najis | Penjelasan Singkat Hadits-hadits Hukum (3)

0
255

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

AIR YANG TERCAMPUR NAJIS | PENJELASAN SINGKAT HADITS-HADITS HUKUM (3)

كِتَابُ الطَّهَارَةِ

KITAB ATH-THAHARAH (BERSUCI)

بَابُ الْمِيَاهِ

BAB AL-MIYAH (AIR)

Hadits Ketiga:

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ -رضي الله عنه- قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم-: “إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إِلاَّ مَا غَلَبَ عَلَى رِيْحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ». أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ، وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ. وَلِلْبَيْهَقِيِّ: “الْمَاءُ طَهُورٌ إِلاَّ إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ”

Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya air (yang tercampur najis) itu tidak dinajiskan oleh apa pun, kecuali apabila najis tersebut merubah baunya, rasanya dan warnanya.”

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah, didha’ifkan oleh Abu Hatim. Dan dalam riwayat Al-Baihaqi:

“Air itu suci, kecuali apabila berubah baunya, rasanya atau warnanya disebabkan najis yang masuk kepadanya.”

KETERANGAN

Hadits di atas terdiri dari dua bagian:

Pertama: Awal haditsnya shahih, “Sesungguhnya air (yang tercampur najis) itu tidak dinajiskan oleh apa pun…”. Dikuatkan pula dengan hadits Sumur Budha’ah yang telah dibahas sebelumnya.

Kedua: Lanjutan haditsnya dha’if, “…kecuali apabila najis tersebut merubah baunya, rasanya dan warnanya.” Akan tetapi terdapat ijma’ dalam pengamalan kandungan maknanya.

Al-Imam Ash-Shon’ani rahimahullah berkata,

وَقَالَ النَّوَوِيُّ: اتَّفَقَ الْمُحَدِّثُونَ عَلَى تَضْعِيفِهِ. وَالْمُرَادُ تَضْعِيفُ رِوَايَةِ الِاسْتِثْنَاءِ لَا أَصْلِ الْحَدِيثِ، فَإِنَّهُ قَدْ ثَبَتَ فِي حَدِيثِ بِئْرِ بُضَاعَةَ، وَلَكِنْ هَذِهِ الزِّيَادَةُ قَدْ يُجْمِعُ الْعُلَمَاءُ عَلَى الْقَوْلِ بِحُكْمِهَا

“Imam Nawawi berkata: ‘Ulama ahli hadits sepakat atas lemahnya hadits ini’. Maksudnya kelemahan riwayat pengecualian (lanjutannya), bukan asal hadits (awalnya), karena telah shahih dalam hadits Sumur Budha’ah (pada hadits sebelumnya), akan tetapi tambahan ini telah disepakati ulama untuk mengamalkan kandungannya.” [Subulus Salaam, 1/25]

Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassaam rahimahullah berkata,

قال النووي: اتفق المحدِّثون على تضعيفه؛ لأنَّ في إسناده رِشْدَينَ بن سعد متفق على ضعفه، ونقل ابن حبَّان في صحيحه الإجماع على العمل بمعناه.

وقال صديق حسن في الروضة: اتفق العلماء على ضعف هذه الزيادة؛ لكنَّه وقع الإجماع على مضمونها

“Imam Nawawi berkata: Ulama sepakat hadits ini dha’if, karena pada sanadnya ada rawi yang bernama Risydain bin Sa’ad, yang disepakati kelemahannya. Namun Ibnu Hibban dalam Shahih beliau telah menukil ijma’ (kesepakatan ulama) atas pengamalan makna hadits ini.

Sidiq Hasan Khan berkata dalam Ar-Raudhah: Ulama sepakat atas lemahnya tambahan lafaz dalam hadits ini, akan tetapi terdapat ijma’ atas pengamalan maknanya.” [Taudhihul Ahkam, 1/119]

BEBERAPA PELAJARAN

1. Hukum asal air adalah suci.

2. Apabila air tercampur najis dan merubah salah satu dari tiga sifatnya, yaitu baunya, rasanya dan warnanya, maka ulama sepakat bahwa airnya berubah menjadi najis, sama saja apakah airnya banyak atau sedikit.

Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

أجمع العلماء على أنَّ الماء القليل والكثير إذا وقعت فيه نجاسة، فغيَّرت له طعمًا، أو لونًا، أو ريحًا، فهو نجس

“Ulama sepakat bahwa air sedikit maupun banyak, apabila terkena najis, lalu najis itu merubah rasanya, atau warnanya, atau baunya, maka menjadi najis.” [Taudhihul Ahkam, 1/120]

Imam Ibnul Mulaqqin rahimahullah berkata,

فتلخَّص أنَّ الاستثناء المذكور ضعيف؛ فتعيَّن الاحتجاج بالإجماع؛ كما قال الشافعي والبيهقي وغيرهما

“Kesimpulannya: Hadits yang memberi pengecualian terhadap air yang tercampur najis dan berubah salah satu dari tiga sifatnya adalah dha’if, maka tentunya yang menjadi dalil adalah ijma’ (kesepakatan ulama), sebagaimana kata Imam Syafi’i, Al-Baihaqi dan selain keduanya.” [Taudhihul Ahkam, 1/120]

3. Apabila air tercampur najis dan tidak merubah salah satu dari tiga sifatnya, dan airnya banyak, maka sepakat ulama bahwa airnya masih suci.

Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

أجمعوا على أنَّ الماءَ الكثيرَ مِنَ النِّيل والبَحرِ، ونحو ذلك إذا وقعت فيه نجاسةٌ، فلم تغيِّرْ له لونًا ولا طعمًا ولا ريحًا؛ أنه بحاله، ويُتطهَّرُ منه

“Ulama sepakat bahwa air yang banyak seperti sungai, laut dan semisalnya, apabila terkena najis lalu tidak merubah warna, atau rasa, atau baunya, maka tetap pada kondisi asalnya (suci) dan boleh digunakan untuk bersuci.” [Al-Ijma’, hal. 35]

Hanya saja ulama beda pendapat tentang ukuran air yang diketegorikan banyak. Insya Allah akan kita bahas pada hadits berikutnya.

4. Apabila air tercampur najis dan tidak merubah salah satu dari tiga sifatnya, dan airnya sedikit, maka ada dua pendapat ulama:

Pertama: Airnya telah menjadi najis. Ini pendapat mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.

Kedua: Airnya tetap suci. Ini pendapat Malikiyah dan Zhahiriyah, satu riwayat dari Imam Ahmad, Al-Ghazali dan Ar-Ruyani dari Syafi’iyah, pendapat ini bahkan diriwayatkan dari banyak sahabat radhiyallahu’anhum.

Pendapat yang kuat insya Allah pendapat yang kedua, diantara dalilnya adalah hadits-hadits tentang hukum asal air adalah suci, tidaklah dihukumi najis kecuali mengandung najis, yaitu berubah salah satu dari tiga sifatnya, apakah warnanya, atau rasanya, atau baunya, disebabkan najis yang masuk kepadanya.

5. Air yang berubah karena berdekatan dengan najis tidaklah najis, selama najis tidak masuk ke dalamnya, sebagian ulama telah menukil ijma’ atas hal ini.

6. Apabila air yang telah berubah menjadi najis dapat disucikan kembali dengan menghilangkan pengaruh najis pada rasanya, warnanya dan baunya, maka hukumnya kembali suci.

7. Apabila yang berubah hanya sebagian air karena najis yang masuk kepadanya, namun sebagian lagi tidak berubah, maka bagian yang tidak berubah tetap suci.

8. Air hanya ada dua macam, air yang suci lagi mensucikan dan air yang najis. Adapun pendapat bahwa air itu terbagi tiga, ditambah dengan air suci tapi tidak mensucikan adalah pendapat yang lemah, yaitu tiga macam air:

Pertama: Cairan yang bukan air, seperti air kelapa. Maka pada dasarnya ini memang bukan air.

Kedua: Cairan yang tadinya air tapi sudah berubah sehingga tidak lagi disebut air, seperti teh dan kopi. Maka ini sudah bukan air lagi.

Ketiga: Air musta’mal, yaitu air bekas orang yang bersuci. Pendapat yang kuat insya Allah hukumnya tetap suci lagi mensucikan, sebagaimana insya Allah akan datang pembahasannya lebih detail.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Bagi kaum muslimin yang ingin mendalami hadits-hadits hukum, dapatkan salah satu kitab terbaiknya: https://toko.sofyanruray.info/bulughul-maram/

Penjelasannya: https://toko.sofyanruray.info/subulus-sallam-1-set-subulus-sallam-syarah-bulughul-maram/

Fast Order: wa.me/628118247111

═══ ❁✿❁ ═══

Gabung Group WA KAJIAN ISLAM
Ketik: Daftar
Kirim ke Salah Satu Admin:
wa.me/628111833375
wa.me/628119193411
wa.me/628111377787

TELEGRAM
t.me/taawundakwah
t.me/sofyanruray
t.me/kajian_assunnah
t.me/kitab_tauhid
t.me/videokitabtauhid
t.me/kaidahtauhid
t.me/akhlak_muslim

Medsos dan Website:
– youtube.com/c/kajiansofyanruray
– instagram.com/sofyanruray.info
– facebook.com/sofyanruray.info
– instagram.com/taawundakwah
– facebook.com/taawundakwah
– twitter.com/sofyanruray
– taawundakwah.com
– sofyanruray.info

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini