بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ، فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَقُولُ: اللهُمَّ لَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Barangsiapa dihalangi oleh perasaan takut sial untuk melakukan hajatnya maka ia telah menyekutukan Allah. Sahabat berkata: Wahai Rasulullah kalau begitu apa kaffarohnya? Beliau bersabda: Hendaklah engkau membaca,
اللهُمَّ لَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Allaahumma laa thoyro illaa thoyruka, wa laa khayro illaa khoyruka, wa laa ilaaha illaa Anta”
“Ya Allah tidak ada kesialan kecuali kesialan yang Engkau tetapkan, dan tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang Engkau tetapkan, dan tidak ada sesembahan yang benar kecuali Engkau”.”
[HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma, Ash-Shahihah:1065, Shahihul Jaami’: 6264]
Beberapa Pelajaran:
1) Merasa takut sial sehingga terhalangi untuk melakukan suatu hajat termasuk syirik, seperti seseorang yang ingin melakukan perjalanan atau suatu pekerjaan, lalu ia mendengar suara burung tertentu, suara cecak dan yang semisalnya, ia pun membatalkan perjalanan atau pekerjaannya tersebut karena takut sial, maka ia telah menyekutukan Allah jalla wa ‘ala, sebab hanya Allah yang dapat menakdirkan kebaikan atau keburukan.
Al-Munawi rahimahullah berkata,
من ردته الطيرة عن حاجته فقد أشرك بالله تعالى لاعتقاده أن لله شريكا في تقدير الخير والشر تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا
“Barangsiapa dihalangi oleh perasaan takut sial untuk melakukan hajatnya maka ia telah menyekutukan Allah ta’ala karena keyakinannya bahwa Allah ta’ala memiliki sekutu dalam menakdirkan kebaikan dan keburukan, Maha Tinggi Allah dari hal itu dengan ketinggian yang agung.” [Faidhul Qodir, 6/136]
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata,
وذلك أن الطيرة هي التشاؤم بالشيء المرئي أو المسموع، فإذا رده شيء من ذلك عن حاجته التي عزم عليها كإرادة السفر ونحوه، فمنعه عما أراده وسعى فيه ما رأى وما سمع تشاؤما، فقد دخل في الشرك.
“Hal itu karena takut sial itu adalah merasa takut sial dengan sesuatu yang terlihat atau terdengar, maka apabila ia dihalangi oleh perasaan takut sial untuk melakukan hajatnya yang telah ia tekadkan, seperti ketika ia sudah berkeinginan untuk melakukan safar dan yang semisalnya, kemudian ia dihalangi untuk melakukan keinginan dan usahanya tersebut oleh sesuatu yang ia lihat dan ia dengar karena takut sial, maka ia telah masuk ke dalam syirik.” [Fathul Majid, terbitan Mathba’ah As-Sunnah Al-Muhammadiyah Kairo 1377 H, hal. 314]
2) Sesuatu yang ditakuti dapat membawa sial pada hakikatnya tidak membahayakan sedikit pun, itu hanyalah khayalan dan tipu daya setan. Namun bisa saja Allah ta’ala menimpakan kesialan yang dikhawatirkan tersebut kepada seseorang, sebagai hukuman atasnya apabila ia tidak bersandar kepada Allah ta’ala.
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata,
وتضمن الحديث أن الطيرة لا تضر من كرهها ومضى في طريقه، وأما من لا يخلص توكله على الله واسترسل مع الشيطان في ذلك، فقد يعاقب بالوقوع فيما يكره؛ لأنه أعرض عن واجب الإيمان بالله
“Hadits ini mengandung pelajaran bahwa takut sial itu tidak membahayakan orang yang membenci kesyirikan tersebut dan tetap melakukan hajatnya. Adapun orang yang tidak memurnikan tawakkalnya kepada Allah dan terus mengikuti tipuan setan dalam rasa takut sial tersebut, maka bisa jadi ia dihukum dengan ditimpakan kejelekan yang tidak ia sukai itu, karena ia telah berpaling dari kewajiban beriman kepada Allah ta’ala.” [Fathul Majid, terbitan Mathba’ah As-Sunnah Al-Muhammadiyah Kairo 1377 H, hal. 315]
3) Kebaikan seluruhnya di tangan Allah ta’ala, dan Dia saja yang Maha Mampu menimpakan kejelekan kepada seorang hamba disebabkan dosa sang hamba, serta hanya Dia yang Maha Mampu menghalangi atau menghilangkan kejelekan itu darinya.
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata,
وأن الخير كله بيده، فهو الذي يجلبه لعبده بمشيئته وإرادته، وهو الذي يدفع عنه الضر وحده بقدرته ولطفه وإحسانه، فلا خير إلا منه، وهو الذي يدفع الشر عن عبده، فما أصابه من ذلك فبذنبه، كما قال تعالى: مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Hadits ini juga mengandung pelajaran bahwa kebaikan seluruhnya di tangan Allah, maka Dia-lah yang memberikannya kepada hamba-Nya sesuai kehendak dan keinginan-Nya, dan Dia-lah yang menolak kejelekan dari seorang hamba dengan kekuasaan-Nya, kelembutan-Nya dan kebaikan-Nya, maka tidak ada kebaikan kecuali dari-Nya, dan Dia-lah yang menghilangkan keburukan dari hamba-Nya, maka keburukan yang menimpa seorang hamba adalah karena dosanya, sebagaimana firman Allah ta’ala,
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka disebabkan (kesalahan) dirimu sendiri.” (An-Nisa: 79).” [Fathul Majid, terbitan Mathba’ah As-Sunnah Al-Muhammadiyah Kairo 1377 H, hal. 315]
4) Kandungan doa yang diajarkan dalam hadits ini adalah kewajiban bergantung hanya kepada Allah ta’ala dan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, yaitu meyakini semua sesembahan selain Allah adalah salah, dan tidak boleh mempersembahkan ibadah apa pun kepada selain-Nya.
Asy-Syaikhul ‘Allamah Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,
أرشد -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إلى ما تدفع به الطيرة من الأدعية فيما فيه الاعتماد على الله والإخلاص له في العبادة
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mebimbing untuk menolak rasa takut sial dengan doa yang padanya ada penyandaran diri kepada Allah ta’ala dan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya.” [Al-Mulakhkhos fi Syarhi Kitab At-Tauhid, terbitan Darul ‘Ashimah Riyadh 1422 H, hal. 235]
5) Solusi menghadapi takut sial dalam hadits ini dengan tiga perkara. Asy-Syaikhul ‘Allamah Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,
فالحاصل؛ أن الطيرة تُعالج بهذه الأمور الثلاثة
أولاً: التوكُّل على الله
ثانياً: المضي وعدم التأثر بها، ولا تظهر على تصرُّفاتك، وما كأنها وُجدت
والثالثة: أن تدعوَ بهذه الدعوات الواردة في الأحاديث، فإذا دعوتَ الله بهذه الدعوات فإن الله يعافيك من الطيرة ويُمدُّك بإعانته ونصره وتوفيقه
والله تعالى أعلم
“Alhasil, takut sial dihadapi dengan tiga perkara:
Pertama: Tawakkal kepada Allah ta’ala.
Kedua: Tetap melakukan hajatmu dan tidak terpengaruh dengannya, serta tidak nampak sedikit pun dalam tindakanmu, seakan ia tidak ada sama sekali.
Ketiga: Hendaklah engkau berdoa dengan doa-doa yang terdapat dalam hadits-hadits (seperti) ini, maka apabila engkau telah berdoa kepada Allah ta’ala dengan doa-doa ini, Allah ta’ala akan menyelamatkanmu dari perasaan takut sial, dan menguatkanmu dengan pertolongan-Nya, bantuan-Nya dan taufiq-Nya. Wallaahu ta’ala a’lam.” [I’aanatul Mustafid, terbitan Mu’assasah Ar-Risalah 1423 H, 2/15]
6) Hadits ini juga mengandung pelajaran bahwa rasa takut sial yang syirik adalah yang menghalangi seseorang dari suatu hajat atau ia tetap melakukannya dalam keadaan gelisah dan khawatir akan tertimpa kesialan (lihat Al-Mulakhkhos, hal. 235).
7) Sebaliknya, apabila tidak memberikan pengaruh kepadanya, atau ia segera menghilangkannya dengan tawakkal dan tidak menghalanginya untuk melakukan hajatnya maka tidak termasuk syirik (lihat Al-Mulakhkhos, hal. 235).
8) Taubatnya seorang musyrik diterima oleh Allah ta’ala apabila ia memenuhi syarat-syarat taubat dan kembali mentauhidkan-Nya (lihat Al-Jadid, hal. 262).
9) Kebaikan dan kejelakan dalah ketetapan Allah ta’ala, namun tidak berarti ketika Allah ta’ala menetapkan kejelekan bahwa Allah telah berbuat jelek, karena kejelekan itu berada pada makhluk yang Allah ciptakan bukan pada perbuatan Allah menciptakannya, sebab perbuatan Allah menciptakannya mengandung hikmah dan kebaikan (lihat Al-Qoulul Mufid, 1/578).
10) Allah ta’ala esa dalam rububiyyah, yaitu hanya Dia-lah Rabb yang menciptakan, menguasai dan mengatur segala kebaikan dan kejelekan, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyyah, maka sepatutnya Dia diesakan dalam uluhiyyah, yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya, dan kita meyakini bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia jalla wa ‘ala (lihat Al-Qoulul Mufid, 1/579).
Terkait:
https://sofyanruray.info/jangan-takut-sial-bersandarlah-kepada-allah-taala/
https://sofyanruray.info/takut-sial-adalah-syirik-dan-sifat-orang-kafir/