Beberapa Hukum Terkait Wasiat Sebelum Wafat

3
1019

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

harta wasiat

Pertanyaan:

Kalau berwasiat misal harta itu cukup lisan apa harus tertulis? Dan apakah boleh dberitahunya kepada ahli waris atau orang lain yang dipercaya?

Jawaban:

Harus dipahami terlebih dahulu yang dimaksud dengan wasiat adalah,

الأمر بالتصرف بعد الموت، أو بعبارة أخرى: هي التبرع بالمال بعد الموت.

“Perintah untuk melakukan suatu perkara (sesuai wasiat) setelah kematian seseorang. Atau dengan ibarat yg lain: Wasiat adalah menyedekahkan harta setelah kematian.” [Al-Mulakhkhosul Fiqhi, 2/216]

Di sini ada dua permasalahan terkait pertanyaan:

Pertama: Wasiat hendaklah ditulis dan disaksikan oleh minimal dua orang saksi yang adil (terpercaya) [Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, 5/379].

Dan hendaklah penulisan wasiat itu dilakukan di depan pengadilan (kalau di Indonesia mungkin cukup di depan notaris) atau di depan seorang penuntut ilmu syar’i yang ma’ruf [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 16/266].

Dan lebih ditekankan lagi untuk ditulis jika wasiat itu adalah wasiat yang wajib. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ.

“Tidak haq bagi seorang muslim yang memiliki wasiat sampai berlalu dua malam kecuali wasiat tersebut telah tertulis di sisinya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

Jadi hendaklah sebuah wasiat tidak hanya diucapkan tetapi ditulis dengan penulisan yang resmi, hal ini sangat bermanfaat, terlebih jika terjadi masalah di kemudian hari, maka keberadaan dokumen-dokumen tertulis insya Allah ta’ala akan sangat membantu penyelesaian masalah tersebut.

Kedua: Orang yang diberitahu tentang adanya wasiat atau lebih tepat: yang diwakilkan untuk menyampaikan wasiat, tidak harus ahli warisnya, boleh selain ahli waris dengan syarat:

  1. Muslim atau muslimah
  2. Baligh (bukan anak kecil)
  3. Berakal (tidak gila)
  4. Amanah
  5. Mampu menunaikan wasiat atau orang yang tidak mampu menunaikannya sendiri namun dia memiliki pemikiran yang lurus dan ada orang lain yang bisa membantunya.

[Lihat Al-Mulakhkhosul Fiqhi, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, 2/227-229]

Tambahan Faidah:

1. Harta seseorang yang diwasiatkan tidak boleh melebihi 1/3 dari hartanya, kecuali jika dizinkan oleh ahli warisnya dan juga diperkecualikan jika ia tidak memiliki ahli waris maka boleh ia berwasiat dgn seluruh hartanya.

2. Tidak boleh mewasiatkan harta tersebut untuk diberikan kepada ahli waris, sebab ahli waris sudah memiliki bagian dari harta warisan yang telah ditetapkan oleh syari’at.

3. Hukum wasiat terbagi lima:

Pertama: Wajib, Jika seseorang memiliki tanggungan yang wajib seperti hutang, maka wajib atasnya berwasiat untuk membayarkan hutangnya.

Kedua: Sunnah, Jika seseorang memiliki banyak harta, sementara ahli warisnya tidak terlalu membutuhkan hartanya (karena mereka sendiri sudah memiliki banyak harta), maka disunnahkan baginya utk berwasiat agar disedekahkan sebagian hartanya dengan syarat tidak boleh melebihi 1/3 hartanya.

Dan ini adalah tambahan amal shalih yang berasal dari kasih sayang Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ تَصَدَّقَ عَلَيْكُمْ بِثُلُثِ أَمْوَالِكُمْ عِنْدَ وَفَاتِكُمْ.

“Sesungguhnya Allah bersedekah atas kalian dengan sepertiga harta kalian ketika kalian wafat.” [HR. Ahmad dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu, dihasankan Syu’aib Al-Arnauth]

Dan sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ أَعْطَاكُمْ ثُلُثَ أَمْوَالِكُمْ عِنْدَ وَفَاتِكُمْ زِيَادَةً فِى أَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah memberikan kepada kalian sepertiga harta kalian ketika kalian wafat, sebagai tambahan terhadap amalan-amalan kalian.” [HR. Al-Baihaqi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwa’: 1641]

Ketiga: Makruh, Jika hartanya sedikit, sementara ahli warisnya membutuhkan harta tersebut.

Keempat: Haram, Jika melanggar ketentuan syari’at seperti lebih dari 1/3 hartanya dan atau diwasiatkan untuk ahli warisnya.

Kelima: Mubah, Selain dari keempat perkara di atas, seperti jika hartanya sedikit dan ahli warisnya tidak membutuhkannya maka ini mubah.

4. Wajib bagi orang yang diberikan wasiat untuk melakukan tugasnya dengan segera, tidak boleh menundanya tanpa udzur dan tidak boleh pula merubah wasiatnya.

5. Tidak boleh menunaikan wasiat yang haram, seperti jika seseorang berwasiat agar hartanya disumbangkan ke gereja, konser musik, membangun kuburan dan yang semisalnya.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

3 KOMENTAR

  1. Assalammualaikum!
    Ustad saya mau bertanya : bapak kami sudah wafat dan sebelum wafat beliau menginginkan bahwa rumah peninggalan (yg dihuni oleh ortu kami tsb) diberikan kpd putranya yg ke-4 (Kami 5 bersaudara yg msh hidup, dgn putra 1, 2, 3 adl perempuan & 4, 5, 6 adl laki-laki; yg ke-6 sdh wafat). Kenapa diberikan kpd putra yg ke-4 krn dia blm mempunyai rumah & pekerjaan sedangkan yg lain sudah punya rumah & punya penghasilan.
    Pertanyaan saya apakah hal tsb diperbolehkan secara syar’i? Seandainya tdk diperbolehkan bgmn caranya agar rumah tsb bisa dimiliki oleh saudara kami (anak ke-4) krn kami setuju & tdk berkeberatan dgn keinginan bapak kami tsb.
    Mohon jawabannya.
    Barakallahufikum!
    Assalammu’alaikum

    • Wa’alaykumussalaam, rumah peninggalan Bapak yang sudah meninggal termasuk harta warisan, tidak boleh hanya diberikan kepada salah seorang anak saja, tetapi harus dibagi sesuai ketentuan hukum waris, kecuali jika ahli waris yang lainnya rela memberikan hak mereka kepada salah satu ahli waris maka tidak apa-apa. Wallaahu A’lam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini