بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dulu, ketika kader sebuah partai “dakwah” di daerah Sulawesi Utara mendukung seorang non muslim sebagai calon gubernur, kemudian tidak berapa lama disusul dengan dukungan resmi partai ini di Manado juga terhadap seorang non muslim sebagai calon walikota, maka saya mengira, ini hanya kebijakan partai di daerah yang tidak didukung oleh pusat. Maklum saja, saya mengenal tokoh-tokoh mereka di daerah ini, tidak ada satu pun yang memiliki kapasitas ilmu syar’i yang standar, kecuali akhir-akhir ini, ada seorang da’i sebuah ormas yang berpusat di Makassar yang beberapa kali mengisi kajian-kajian mereka di Manado.
Dan semua orang tahu, di DPP mereka, ada sejumlah Doktor, Master dan Sarjana dari fakultas aqidah, syari’ah, hadits, dan lain-lain dari berbagai macam universitas Islam ternama di dunia, walaupun itu semua bukan jaminan seseorang berada di atas jalan yang lurus atau tidak. Akan tetapi, khususnya yang pernah mengenyam pendidikan di Madinah, Riyadh dan LIPIA Jakarta, setidaknya mengetahui aqidah yang benar itu seperti apa, dan bisa membedakannya dengan aqidah yang batil. Mereka mengerti tauhid dan tahu apa saja yang bisa membatalkannya dan mengurangi kesempurnaannya.
Maka sangat disayangkan kalau ternyata, kebijakan mendukung calon pemimpin non muslim berasal dari DPP, atau tidak mempermasalahkannya, atau malah memberikan isyarat kebolehannya, seperti dalam transkrip pidato Pak Presidennya di Manado:
“Apa masa depan yang ingin kita ciptakan di Sulawesi Utara. Saya ingin kalian menyadari bahwa misi kita di tempat ini adalah menjadikan daerah ini sebagai etalase keterbukaan. Kalau P** menang di sini, kita tidak perlu lagi bicara tentang hubungan antara Islam dengan agama- agama yang lain. Kalau P** menang di sini, kita tidak perlu lagi bicara tentang Islam dan Nasionalisme. Kalau kita menang di sini, kita tidak perlu lagi bicara tentang pluralitas.” [Selesai Nukilan]
Mungkin ini hanya sebuah isyarat keterbukaan yang bisa ditafsirkan macam-macam, walaupun kenyataannya para kader telah menafsirkannya terlebih dahulu dengan mendukung calon pemimpin non muslim. Adapun hukum memilih pemimpin non muslim, maka seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat atas keharamannya, tidak ada perbedaan pendapat.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
وأن يكون مسلما لأن الله تعالى يقول ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنين سبيلا والخلافة أعظم السبيل ولأمره تعالى بإصغار أهل الكتاب وأخذهم بأداء الجزية وقتل من لم يكن من أهل الكتاب حتى يسلموا
“Syarat pemimpin haruslah seorang muslim, karena Allah ta’ala berfirman,
وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا
“Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” [An-Nisa: 141]
Dan kepemimpinan adalah sebesar-besarnya jalan untuk menguasai kaum muslimin. Dan karena Allah ta’ala memerintahkan untuk menghinakan Ahlul Kitab, memerintahkan mereka membayar jizyah dan memerangi orang kafir selain Ahlul Kitab sampai mereka masuk Islam.” [Al-Fishol fil Milal wal Ahwa’ wan Nihal, 4/128]
An-Nawawi rahimahullah berkata,
قال القاضي عياض أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر وعلى أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل
“Berkata Al-Qodhi ‘Iyadh, Ulama telah SEPAKAT (ijma’) bahwa kepemimpinan tidak sah bagi seorang kafir, dan jika seorang pemimpin muslim menjadi kafir maka harus dilengserkan.” [Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 12/229]
Hal ini masih diperparah dengan ucapan-ucapan selamat terhadap hari raya kekufuran non muslim yang dilontarkan oleh sebagian tokoh partai ini. Padahal Allah ta’ala telah menghinakan mereka, tapi kenapa para tokoh partai “dakwah” memuliakan mereka dengan ucapan-ucapan selamat?! Di manakah aqidah al-wala’ wal baro’?! Apakah hanya untuk meraih simpati mereka hingga aqidah digadaikan wahai Ustadz?!
Allah ta’ala telah menegaskan betapa besar kemurkaannya terhadap non muslim,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (Hindu, Budha, dll) AKAN MASUK NERAKA JAHANNAM, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah SEBURUK-BURUK MAKHLUQ.” [Al-Bayyinah: 6]
Apakah pantas setelah itu, orang yang mengaku beriman kepada Allah ta’ala mengucapkan selamat kepada non muslim?! Bahkan para ulama telah sepakat akan keharamannya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق
“Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar kekufuran yang merupakan ciri khusus kekufuran tersebut maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan.” [Ahkaam Ahli Zimmah, 1/441]
Belum lagi fenomena tasyabbuh dengan non muslim terkait perayaan valentine day, konser musik dalam kampanye, hingga tarian-tarian non muslim bahkan menampilkan paduan suara gereja, laa haula wa laa quwwata illaa billah. Padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud dari Ibnu Umar radhiyaLlaahu ‘anhuma, Al-Irwa’: 1269]
Dan yang lebih membuat saya tidak habis pikir, adalah munculnya kalimat-kalimat dari Pak Presiden partai yang lebih berbahaya dari itu, yang bisa jadi merupakan penafsiran kalimat di atas, muncul dari seorang ustadz yang pernah belajar tauhid di universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud (nama pendiri negeri tauhid Saudi Arabia) rahimahullah cabang Jakarta, beliau berkata:
“Kita semuanya mempunyai takdir yang sama sebagai orang Indonesia. Dan kita terima takdir ini dengan baik. Tapi kita semuanya mempunyai kemerdekaan individu untuk memilih agama apapun yang ingin kita peluk. Dan Negara tidak pernah menanyakan kepada kita, mengapa anda memilih agama itu. Itulah falsafah kami, falsafah yang membuat bangsa ini tegak.” [Selesai Nukilan]
Tanggapan:
Ucapan Pak Presiden, ”Tapi kita semuanya mempunyai kemerdekaan individu untuk memilih agama apapun yang ingin kita peluk.” Terlepas dari niat beliau dalam ucapan ini namun yang zhahir ini adalah ucapan kekufuran, karena Allah ta’ala telah menetapkan hanya satu agama yang boleh kita pilih, tidak ada kemerdekaan bagi kita dalam memilih agama yang kita ingin peluk.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلاَم
“Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanya Islam.” [Ali Imron: 19]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
وقوله: { إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلام } إخبار من الله تعالى بأنه لا دين عنده يقبله من أحد سوى الإسلام، وهو اتباع الرسل فيما بعثهم الله به في كل حين، حتى ختموا بمحمد صلى الله عليه وسلم، الذي سد جميع الطرق إليه إلا من جهة محمد صلى الله عليه وسلم، فمن لقي الله بعد بعثته محمدًا صلى الله عليه وسلم بدِين على غير شريعته، فليس بمتقبل. كما قال تعالى: وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan firman Allah ta’ala “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanya Islam” adalah pengabaran dari Allah ta’ala bahwa tidak ada agama yang diterima di sisi-Nya dari siapapun selain Islam, yaitu mengikuti agama para Rasul yang Allah ta’ala utus pada setiap masa, sampai diakhiri dengan Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, dimana Allah ta’ala telah menutup semua jalan untuk sampai kepada-Nya kecuali melalui jalan Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Oleh karena itu, barangsiapa yang berjumpa dengan Allah ta’ala setelah pengutusan Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam dalam keadaan tidak mengikuti agama beliau, maka tidak akan diterima agamanya, sebagaimana firman Allah ta’ala,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima dari padanya, dan ia di akhirat kelak termasuk orang-orang yang merugi.” [Ali Imron: 85] [Tafsir Ibnu Katsir, 2/52]
Maka apakah ayat dan penjelasan ulama di atas bermakna “Pembebasan” bagi manusia untuk memilih agama apa saja yang mereka ingin peluk, ataukah “Pengharusan” untuk memilih Islam disertai ancaman keras bagi siapa yang tidak mau memilihnya wahai Ustadz?!
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun menegaskan,
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَد مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun dari umat ini yang pernah mendengarkan tentang aku, apakah ia seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian ia mati sebelum beriman dengan ajaran yang aku bawa, kecuali termasuk penghuni neraka.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyaLlaahu’anhu]
Asy-Syaikh Prof. DR. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Tentang firman Allah ta’ala “Tidak ada paksaan dalam agama” bukanlah bermakna bahwa orang-orang kafir dibiarkan tanpa diperangi dan tanpa diajak masuk Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang bermaksud jahat terhadap Islam dan orang-orang kafir serta kaum muslimin yang bodoh. Alasan mereka adalah kebebasan beragama dan kebebasan berkeyakinan, ini adalah kedustaan atas Allah ‘azza wa jalla, bukan itu maksud Allah jalla wa ‘ala. Karena Allah jalla wa ‘ala menciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya, sebagaimana firman-Nya,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku saja, Aku tidak menginginkan rezeki dari mereka, dan tidak pula agar mereka memberi makan.” [Adz-Dzariyat: 56-57]
Andaikan manusia itu boleh dibiarkan saja menjadi orang-orang kafir yang beribadah semau mereka, maka firman Allah ta’ala “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku saja” kalau begitu tidak lagi bermakna, demikian pula jihad di jalan Allah tidak ada manfaatnya, dan tidak ada gunanya berdakwah, sebab untuk apalagi engkau mendakwahi manusia padahal mereka bebas menentukan aqidah yang akan mereka peluk dan ibadah yang akan mereka lakukan?! Kalau begitu biarkan saja manusia –menurut ucapan batil ini-, tidak perlu didakwahi, biarkan mereka beribadah sesuai pilihan mereka.” [Syarh Ma’na Thagut, dicetak bersama Silsilah Syarhir Rosaail, hal. 283-284]
Tidak, saya tidak mengkafirkan Antum wahai Ustadz, atau menuduh Antum memiliki keyakinan kufur ini, hanya saja, sebagai tanda cinta saya kepada Antum, maka saya mengkhawatirkan Antum terjerumus kepada kekufuran, sebab ucapan Antum telah menandakan hal itu, maka di sini yang kami bicarakan adalah ucapan, bukan vonis terhadap person tertentu.
Dan lebih dari itu, kami menyayangi Antum dan umat ini, karena sebagian mereka ada di belakang Antum, maka jangan sampai Antum menanggung dosa-dosa umat tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun, jika mereka memiliki keyakinan kufur ini disebabkan ucapan Antum. Dan mohon maaf, jika kami tidak tahu bukti cinta apa yang lebih besar dari kami untuk kalian dan untuk seluruh umat selain nasihat. Walaupun terkadang nasihat itu bagaikan obat yang pahit, namun hasilnya adalah kesembuhan insya Allah ta’ala.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Bismilläh. Barakallähu fïk Ustadz. Ijin share artikel ini ya…
[…] Sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/2013/04/07/nasihat-kepada-presiden-pks-bag-1/ […]
Jika dunia dan ketenaran di jadikan sebagai tujuan maka agama pun di belakangi…
itulah potret kehidupan orang yang ingin menegakkan agama lewat politik demokrasi,,,sungguh sangat ironis dengan realita yang terjadi saat ini,,,,,
Alhamdulillah…
jazakallohu khairon ustadz…
barakallahufikum…
bagus, syukron
Bismillah,…. Assalamu`alaikum ustadz ana izin copas, semoga nasehat ini dapat bermanfaat juga kepada para pemimimpin lainnya Allah ta`ala memberikan taufik dan hidayah-Nya. Jazaakallahu khoiro.
Assalamu’alaikum,
AlhamduliLLAH, nasihat yang sangat bermanfaat untuk saudara-saudara kita kaum muslimin di PKS (khususnya utk Presiden PKS). Semoga ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala memberikan hidayah kepada mereka. BaarakaLLaahu fiik.
subhnalloh nasehat yg indah. Hanya saja walau anda katakan ini sbg bukti cinta, ternyata byk org yg menolak cinta anda. Mk bersabarlah akhy dlm berdakwah
[…] Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray […]
Seperti inilah nasib kita..bila hidup hanya untuk mencari ketenaran dan jabatan..segaLa macam cara dilakukan..utk para petinggi PKS…kembalilah ke jalan yg lurus..