بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
- Khawarij adalah Kelompok Sesat yang Memiliki Tiga Prinsip Kesesatan:
Pertama: Mengkafirkan kaum muslimin.
Kedua: Memberontak terhadap pemerintah muslim.
Ketiga: Menghalalkan darah kaum muslimin.
[Lihat Fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Qodhooya Al-‘Ashriyyah, hal. 86]
- Bantahan terhadap Syubhat:
Syubhat: Boleh memberontak asal tidak mengkafirkan atau tidak menghalalkan darah, karena yang dilarang jika memberontak berdasarkan prinsip pengkafiran atau penghalalan darah!
Tanggapan: Barangsiapa melakukan salah satu dari tiga penyimpangan tersebut maka ia telah terjatuh pada perbuatan yang haram dan mengikuti manhaj Khawarij, dan tidak dipersyaratkan pengharamannya harus terkumpul dulu tiga bentuk kesesatan tersebut.
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,
ومن اتصف بخصلة من خصالهم فهو منهم :
- الذي يخرج على ولي الأمر هذا من الخوارج.
- الذي يكفر بالكبيرة هذا من الخوارج.
- الذي يستحل دماء المسلمين هذا من الخوارج.
- الذي يجمع بين الأمور الثلاثة هذا هو أشد أنواع الخوارج.
Barangsiapa mengadopsi salah satu sifat Khawarij tersebut maka ia bagian dari mereka:
- Siapa yang memberontak kepada pemerintah maka ia termasuk Khawarij.
- Siapa yang mengkafirkan pelaku dosa besar maka ia termasuk Khawarij.
- Siapa yang menghalalkan darah kaum muslimin maka ia termasuk Khawarij.
- Siapa yang mengumpulkan tiga perkara tersebut maka ia termasuk jenis Khawarij yang paling parah.
[Dinukil dari: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/5700]
- Dalil-dalil Keharaman Memberontak dalam Bentuk Umum, Tidak Dikaitkan dengan Pengkafiran:
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa yang melihat suatu (kemungkaran) yang ia benci pada pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (pemerintah) sejengkal saja, kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya (7054) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 1849) dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَة وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat (pada pemimpin kalian) kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran)”. Mereka bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tunaikan hak mereka (pemimpin) dan mintalah kepada Allah hak kalian.” [HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya (7052) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 1843) dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Beliau -shallallahu’alaihi wa sallam- juga bersabda,
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّة لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang tidak meneladani petunjukku dan tidak mengamalkan sunnahku, dan akan muncul diantara mereka (para penguasa) orang-orang yang hati-hati mereka adalah hati-hati setan dalam jasad manusia.” Aku (Hudzaifah) berkata, “Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal seperti ini?” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Engkau tetap dengar dan taat kepada pemimpin itu, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, maka dengar dan taatlah.” [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 1847)dari Hudzaifah Ibnul Yaman -radhiyallahu’anhu-]
Sahabat yang Mulia Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu berkata,
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعْنَاه فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- menyeru kami, lalu kami pun membai’at beliau. Diantara sesuatu yang beliau ambil perjanjian (bai’at) atas kami adalah, kami membai’at beliau untuk senantiasa mendengar dan taat kepada pemimpin, baik pada saat kami senang maupun susah; sempit maupun lapang, dan dalam keadaan hak-hak kami tidak dipenuhi, serta agar kami tidak berusaha merebut kekuasaan dari pemiliknya. Beliau bersabda, “Kecuali jika kalian telah melihat kekafiran yang nyata, sedang kalian memiliki dalil dari Allah tentang kekafirannya.” [HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya (7055-7056) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 1709)]
Sahabat yang Mulia Wail bin Hujr -radhiyallahu’anhu- berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجُلٌ سَأَلَهُ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَمْنَعُونَا حَقَّنَا وَيَسْأَلُونَا حَقَّهُم فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ
“Aku mendengar Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, “Apa pendapat anda jika para pemimpin kami tidak memenuhi hak kami (sebagai rakyat), namun tetap meminta hak mereka (sebagai pemimpin)?” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dengar dan taati (pemimpin kalian), karena sesungguhnya dosa mereka adalah tanggungan mereka dan dosa kalian adalah tanggungan kalian.” [HR. Muslim (1846) dan At-Tirmidzi (2199), Ash-Shahihah: 3176]
- Kesepakatan Ulama Atas Haramnya Pemberontakan:
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi –rahimahullah- berkata,
ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zhalim. Kami tidak mendoakan kejelekan bagi mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” [Matan Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah]
Ulama besar Syafi’iyah, An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان بالفسق وأما الوجه المذكور في كتب الفقه لبعض أصحابنا أنه ينعزل وحكى عن المعتزلة أيضا فغلط من قائله مخالف للإجماع قال العلماء وسبب عدم انعزاله وتحريم الخروج عليه ما يترتب على ذلك من الفتن واراقة الدماء وفساد ذات البين فتكون المفسدة في عزله أكثر منها في بقائه قال القاضي عياض أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر وعلى أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل
“Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa tidak boleh seorang penguasa dilengserkan karena kefasikan (dosa besar) yang ia lakukan. Adapun pendapat yang disebutkan pada kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh sebagian sahabat kami (Syafi’iyah) bahwa penguasa yang fasik harus dilengserkan dan pendapat ini juga dinukil dari kaum Mu’tazilah, maka telah salah besar. Orang yang berpendapat demikian menyelisihi ijma’.
Para ulama telah berkata, “Sebab tidak bolehnya penguasa zalim dilengserkan dan haramnya memberontak kepadanya karena akibat dari hal itu akan muncul berbagai macam fitnah (kekacauan), ditumpahkannya darah dan rusaknya hubungan, sehingga kerusakan dalam pencopotan penguasa zalim lebih banyak disbanding tetapnya ia sebagai penguasa”. Al-Qodhi ‘Iyadh –rahimahullah- berkata, “Ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang kafir, dan jika seorang pemimpin menjadi kafir harus dicopot.” [Lihat Syarh Muslim, 12/229]
AI-Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata,
وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه وأن طاعته خير من الخروج عليه لما في ذلك من حقن الدماء وتسكين الدهماء
“Dan telah sepakat fuqoha atas wajibnya taat kepada penguasa yang sedang berkuasa dan berjihad bersamanya, dan (mereka juga sepakat) bahwa taat kepadanya lebih baik disbanding memberontak, sebab dengan itu darah terpelihara dan membuat nyaman kebanyakan orang.” [Lihat Fathul Bari, 13/7]
- Pemberontakan Terjadi dengan Senjata dan Kata-kata:
Diantara perbuatan haram serta kesesatan khawarij yang diadopsi oleh media-media “Islam” adalah memberontak terhadap pemerintah muslim, yaitu pemberontakan dengan kata-kata dalam bentuk mencela dan menyebarkan aib-aib pemerintah secara terbuka dengan dalih menasihati.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
والقعدية قوم من الخوارج كانوا يقولون بقولهم ولا يرون الخروج بل يزينونه
“Al-Qo’adiyah adalah satu kaum dari golongan Khawarij yang dahulu berpendapat dengan ucapan mereka, dan mereka tidak memandang untuk memberontak, akan tetapi mereka memprovokasi untuk melakukannya (dengan kata-kata).” [Fathul Bari, 1/432]
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
بل العجب أنه وُجّه الطعن إلى الرسول صلى الله عليه وسلم ، قيل لـه : اعدل، وقيل لـه: هذه قسمة ما أريد بها وجه الله. وهذا أكبر دليل على أن الخروج على الإمام يكون بالسيف ويكون بالقول والكلام، يعني: هذا ما أخذ السيف على الرسول صلى الله عليه وسلم، لكنه أنكر عليه.
ونحن نعلم علم اليقين بمقتضى طبيعة الحال أنه لا يمكن خروج بالسيف إلا وقد سبقه خروج باللسان والقول. الناس لا يمكن أن يأخذوا سيوفهم يحاربون الإمام بدون شيء يثيرهم، لا بد أن يكون هنـاك شيء يثـيرهم وهو الكلام. فيكون الخروج على الأئمة بالكلام خروجاً حقيقة، دلت عليه السنة ودل عليه الواقع
“Sangat mengherankan tatkala celaan itu diarahkan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (yaitu yang dilakukan oleh pentolan Khawarij, Dzul Khuwaisiroh). Dikatakan kepada beliau, “Berlaku adillah!” Juga dikatakan, “Pembagianmu ini tidak menginginkan wajah Allah!” Ini adalah sebesar-besarnya dalil yang menunjukkan bahwa memberontak kepada penguasa bisa jadi dengan senjata, bisa jadi pula dengan ucapan dan kata-kata. Maksudnya, orang ini tidaklah memerangi Rasul -shallallahu’alaihi wa sallam- dengan pedang, akan tetapi ia mengingkari beliau (dengan ucapan di depan umum).
Kita tahu dengan pasti bahwa kenyataannya, tidak mungkin terjadi pemberontakan dengan senjata, kecuali telah didahului dengan pemberontakan dengan lisan dan ucapan. Manusia tidak mungkin mengangkat senjata untuk memerangi penguasa tanpa ada sesuatu yang bisa memprovokasi mereka. Mesti ada yang bisa memprovokasi mereka, yaitu dengan kata-kata. Jadi, memberontak terhadap penguasa dengan kata-kata adalah pemberontakan secara hakiki, berdasarkan dalil As-Sunnah dan kenyataan.” [Fatawa Al-‘Ulama Al-Akabir, hal. 96]
- Cara Menasihati Penguasa yang Benar:
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
فالنصح يكون بالأسلوب الحسن والكتابة المفيدة والمشافهة المفيدة , وليس من النصح التشهير بعيوب الناس , ولا بانتقاد الدولة على المنابر ونحوها , لكن النصح أن تسعى بكل ما يزيل الشر ويثبت الخير بالطرق الحكيمة وبالوسائل التي يرضاها الله عز وجل
“Nasihat hendaklah dengan cara yang baik, tulisan yang bermanfaat dan ucapan yang berfaidah. Bukanlah termasuk nasihat dengan cara menyebarkan aib-aib manusia, dan tidak pula mengeritik negara di mimbar-mimbar dan semisalnya. Akan tetapi nasihat itu engkau curahkan setiap yang bisa menghilangkan kejelekan dan mengokohkan kebaikan dengan cara-cara yang hikmah dan sarana-sarana yang diridhoi Allah ‘azza wa jalla.” [Lihat Majmu’ Al-Fatawa, 7/306]
Beliau –rahimahullah- juga berkata,
ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة , وذكر ذلك على المنابر; لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف , ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع , ولكن الطريقة المتبعة عند السلف : النصيحة فيما بينهم وبين السلطان , والكتابة إليه , أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير
“Bukan termasuk manhaj Salaf, menasihati dengan cara menyebarkan aib-aib penguasa dan menyebutkannya di mimbar-mimbar, sebab yang demikian itu mengantarkan kepada kekacauan dan tidak mendengar dan taat kepada penguasa dalam perkara yang ma’ruf, dan mengantarkan kepada provokasi yang berbahaya dan tidak bermanfaat. Akan tetapi tempuhlah jalan yang telah dilalui oleh Salaf, yaitu nasihat antara mereka dan pemerintah (secara rahasia), dan menulis surat kepada penguasa, atau menghubungi ulama yang memiliki akses kepadanya, sehingga ia bisa diarahkan kepada kebaikan.” [Lihat Majmu’ Al-Fatawa, 8/210]
- Apabila Tidak Ada Akses untuk Memberi Nasihat kepada Penguasa, Atau Bahkan Nasihat Tidak Lagi Bermanfaat, Bolehkah Memberontak dengan Senjata Maupun dengan Kata-kata?
Jawabannya: Tidak boleh, hendaklah sabar dan berdoa.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa yang melihat suatu (kemungkaran) yang ia benci pada pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (pemerintah) sejengkal saja, kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya (7054) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 1849) dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَة وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat (pada pemimpin kalian) kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran)”. Mereka bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tunaikan hak mereka (pemimpin) dan mintalah kepada Allah hak kalian.” [HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya (7052) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 1843) dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Al-Imam Al-Hasan Al-Basri rahimahullah berkata,
“Demi Allah, andaikan manusia bersabar dengan musibah berupa kezaliman penguasa, maka tidak lama Allah ta’ala akan menghilangkan kezaliman tersebut dari mereka, namun apabila mereka mengangkat senjata melawan penguasa yang zalim, maka mereka akan dibiarkan oleh Allah. Dan demi Allah, hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan kapan pun. Kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala,
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ
“Maka sempurnalah kalimat Rabbmu yang maha baik kepada Bani Israil disebabkan kesabaran mereka dan Kami musnahkan apa yang diperbuat oleh Fir’aun dan kaumnya dan apa yang mereka bina.” (Al-A’rof: 137).” [Lihat Madarikun Nazhor, hal. 6]
Al-Hasan Al-Basri rahimahullah juga berkata,
إن الحجاج عذاب الله فلا تدفعوا عذاب الله بأيديكم ولكن عليكم بالاستكانة والتضرع فإن الله تعالى يقول ولقد أخذناهم بالعذاب فما استكانوا لربهم وما يتضرعون
“Sesungguhnya Al-Hajjaj (penguaza zalim) adalah azab Allah, maka janganlah kalian menolak azab Allah dengan tangan-tangan kalian, akan tetapi hendaklah kalian merendahkan diri karena takut kepada-Nya dan tunduk berdoa, karena Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ
“Dan sungguh Kami telah timpakan kepada mereka azab, namun mereka tidak takut kepada Rabb mereka dan tidak pula berdoa.” (Al-Mu’minun: 76).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]
Thalq bin Habib rahimahullah berkata,
اتقوا الفتنة بالتقوى فقيل له أجمل لنا التقوى فقال أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله رواه أحمد وابن أبي الدنيا
“Hadapilah ‘fitnah’ dengan ketakwaan.” Maka dikatakan kepada beliau: “Jelaskan kepada kami secara global apa itu taqwa?” Beliau berkata: “Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah, dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau takut azab Allah.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Terkait:
https://sofyanruray.info/