بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Pertanyaan:
A. Kapankah seorang wanita terhitung mendapatkan waktu shalat setelah suci dari haid? Apakah ketika melihat tanda suci ataukah setelah sesegera mungkin mandi dan mendapatkan satu raka’at sempurna?
Misal: suci jam 7 malam (ujung waktu maghrib) dan selesai mandi 19.10 (sudah masuk Isya’). Apakah shalat Maghrib dikerjakan juga?
B. Kapankah waktu qodho’ shalat? Apakah harus di waktu shalat yg sama?
Jawaban:
Wanita yang haid, kembali wajib melaksanakan shalat jika telah melihat tanda suci. Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
إِذَا رَأَتِ الدَّمَ الْبَحْرَانِىَّ فَلاَ تُصَلِّى وَإِذَا رَأَتِ الطُّهْرَ وَلَوْ سَاعَةً فَلْتَغْتَسِلْ وَتُصَلِّى
“Apabila wanita itu melihat darah yang kental (yakni darah haid) maka janganlah ia shalat, dan apabila ia melihat (tanda) suci, meskipun hanya sesaat hendaklah ia mandi dan melakukan sholat.” [HR. Abu Daud, Shahih Sunan Abi Daud: 287]
Berdasarkan riwayat di atas:
– Jika seorang wanita haid telah suci sesaat sebelum waktu sholat berikutnya hendaklah ia segera bersuci dan melakukan sholat.
– Jika ternyata waktu untuk bersuci tidak cukup sampai waktu sholat habis hendaklah ia tetap bersuci dan mengqodho’ sholatnya terlebih dahulu sebelum melakukan sholat berikutnya.
Hal ini dipertegas dalam riwayat berikut,
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ
“Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma, bahwasannya Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu datang pada hari peperangan Khandaq setelah matahari akan tenggelam, lalu beliau mulai mencerca orang-orang kafir Quraisy (karena menyebabkan para sahabat terlambat sholat ashar), beliau berkata: “Wahai Rasulullah, aku belum melakukan sholat ashar padahal matahari hampir tenggelam.” Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku pun belum sholat ashar.” Maka kami bangkit menuju lembah buthan, lalu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berwudhu untuk sholat, kami pun ikut berwudhu, lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melakukan sholat ashar setelah matahari terbenam (di waktu maghrib), kemudian setelah itu beliau sholat maghrib.” [HR. Al-Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan:
– Mengqodho’ sholat hendaklah dilakukan segera, tidak perlu menunggu waktu sholat yang sama di hari berikutnya.
– Hendaklah tetap dikerjakan sesuai urutan sholat, dalam hadits di atas Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengqodho’ sholat ashar di waktu maghrib, dan beliau mengerjakan ashar terlebih dahulu kemudian maghrib.
Hal ini juga berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa lupa satu sholat atau tertidur darinya maka kaffarahnya hendaklah ia segera melakukan sholat ketika ia ingat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu]
Beberapa Faidah:
1. Hadits Jabir radhiyallahu’anhu di atas juga menunjukkan bahwa tidak dibenarkan melakukan tayammum hanya karena waktu sholat sudah mau habis.
2. Jika seseorang sengaja meninggalkan sholat sampai waktunya habis maka tidak sah qodho’ sholatnya menurut pendapat yg paling kuat insya Allah ta’ala, karena qodho’ hanya dibolehkan bagi yang tidak sengaja, seperti lupa atau tertidur. Dan tidak ada dalil yg membolehkan qodho’ sholat (maupun puasa) yang ditinggalkan dengan sengaja.
3. Jika seorang wanita telah memasuki waktu sholat lalu ia menunda-nunda sholat tanpa udzur, sampai akhirnya ia mendapatkan haid sebelum berakhir waktu sholat maka wajib atasnya mengqodho’ sholatnya jika telah suci. Adapun jika ia menundanya bukan karena kesengajaan maka ia tidak perlu mengqodho’nya, demikian fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah yang terekam dalam Nurun ‘alad Darbi.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
bismillaah,
ana ijin copas ustadz.
barakallaahu fiik
[…] Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray […]
Bismillah,
ada hal yang menggelitik berkaitan dengan hal ini.
karena ana bekerja di kantor di mana disana juga ada muslimah,
bagaimana bila halnya seorang muslimah sedang dalam kondisi haid ketika berangkat kerja,
kemudian pada waktu dhuha dia telah suci, sementara ketika masuk waktu dzuhur-ashar,
muslimah ini kesulitan untuk mandi besar, karena misalkan rumahnya yang jauh dari kantor
dan fasilitas kantor tidak layak untuk mandi.
apakah dibolehkan qodho, ataukah mandi diganti tayammum,
atau ini kah salah satu mudhorot seorang wanita bekerja sehingga shalatnya terlalaikan?
Alhamdulillah,
Pertama: Wajib atas muslimah tersebut untuk mempersiapkan keperluan mandinya, dan segera mandi jika telah suci, jika tidak memungkinkan dilakukan di kantornya atau di tempat terdekat maka wajib atasnya untuk minta izin kembali ke rumah, jika tidak diberi izin tetap saja wajib baginya untuk kembali ke rumah jika memang hanya itu cara yang bisa untuk dilakukannya agar bisa sholat fardhu pada waktunya.
Kedua: Tidak diragukan lagi hal itu termasuk mudarat bagi seorang wanita yang bekerja, belum lagi jika ada ikhtilat, suami dan anak-anak tidak terurus dengan baik, dan berbagai macam kemungkaran lainnya. Dan wanita tidaklah diwajibkan mencari nafkah. Allah ta’ala tetapkan kewajiban itu untuk laki-laki.
WaLlaahu A’lam.