Nasihatku untuk Mahasiswa: Tinggalkan Jalanan, Datangi Majelis Ilmu

4
3230

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Untuk saudaraku mahasiswa muslim dan kaum muslimin secara umum rahimakumullaah -semoga Allah merahmatimu- sungguh aku mencintai kalian karena Allah subhanahu wa ta’ala, luangkanlah sejenak waktumu tuk membaca goresan singkat ini.

Ketahuilah wahai saudaraku, menuntut ilmu agama, mengamalkannya dan mendakwahkannya, terutama ilmu tauhid dan sunnah, adalah kunci keselamatan di dunia dan akhirat.

Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mendapat petunjuk.” [Al-An’am: 82]

Karena hanya dengan itulah seorang hamba dapat merealisasikan tujuan penciptaannya di muka bumi, yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala.

Sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku saja.” [Adz-Dzariyyat: 56]

Oleh karena itu, berdakwah kepada tauhid adalah perhatian utama para pejuang sejati, para teladan yang dipilih Allah ta’ala untuk menjadi contoh sepanjang umur dunia, merekalah para pembela kebenaran yang hakiki, tidak ada manusia yang lebih baik dari mereka, yaitu para nabi dan rasul ‘alaihimus sholaatu was salaam.

Ketahuilah, tugas utama para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam adalah berdakwah kepada tauhid, menyelematkan manusia dari lembah kesyirikan dan kekafiran, demi meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.

Sebagaimana firman Allah ta’ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguh, Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut (segala sesuatu disembah selain Allah) itu.” [An-Nahl: 36]

TAUHID ADALAH KUNCI KEMAKMURAN NEGERI

Saudaraku rahimakumullaah, tauhid yang melahirkan iman dan amal shalih adalah kunci kemakmuran negeri.

Allah ta’ala berfirman,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur: 55]

Allah ta’ala juga berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]

Para ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa makna kehidupan yang baik dalam ayat yang mulia ini mencakup:
•Pertama: Rezeki yang baik lagi halal di dunia dan diberikan dari arah yang tidak ia sangka-sangka.
•Kedua: Bersifat qona’ah (merasa cukup berapa pun rezeki yang Allah ta’ala anugerahkan).
•Ketiga: Beriman kepada Allah ta’ala dan selalu taat kepada-Nya.
•Keempat: Meraih manisnya ketaatan kepada Allah ta’ala.
•Kelima: Keselamatan dan kecukupan.
•Keenam: Kebahagiaan di dunia.
•Ketujuh: Ridho dengan takdir Allah ‘azza wa jalla.
•Kedelapan: Kenikmatan di kubur.
•Kesembilan: Kenikmatan di surga.
•Kesepuluh: Ketenangan jiwa.
[Lihat Tafsir Ath-Thabari, 17/289-291, Zadul Masir libnil Jauzi, 2/582 dan Tafsir As-Sa’di, hal. 448]

Wahai Saudaraku mahasiswa muslim dan kaum muslimin seluruhnya rahimakumullaah –semoga Allah merahmatimu-, inilah jalan untuk memperbaiki negeri, yaitu iman dan amal shalih, yang mencakup dua perkara penting:

– Mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.

– Meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak mengada-ada (berbuat bid’ah) dalam agama atau menyelisihi syari’at beliau.

APA LANGKAH AWAL UNTUK MENEMPUH JALAN PERBAIKAN INI?

Pertama kali adalah memperbaiki diri kita sendiri dengan menuntut ilmu agama dan mengamalkannya dengan baik, kemudian berdakwah untuk memperbaiki orang lain.

Karena tidak mungkin kita dapat beriman dan beramal shalih dengan benar tanpa ilmu yang shahih, yaitu ilmu yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf.

BAHAYA DEMONSTRASI

Saudaraku rahimakumullaah, demo-demo yang kalian lakukan, sungguh hanyalah mendatangkan mudarat, jauh melebihi manfaatnya –andai ada manfaatnya-.

Diantara mudarat besar yang sudah sangat merugikan masyarakat adalah memacetkan jalan. Padahal dalam jihad beneran saja tidak boleh memacetkan jalan atau mengganggu kenyamanan masyarakat di perumahan, maka bagaimana lagi kalau sampai memutuskan aktivitas ekonomi, mengganggu kegiatan rumah sakit, sekolah-sekolah, perkantoran bahkan bisa menelan korban jiwa…?!

Dari Sahl bin Mu’adz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu’anhuma, dari bapaknya, beliau berkata,

نَزَلْنَا عَلَى حِصْنِ سِنَانٍ بِأَرْضِ الرُّومِ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ، فَضَيَّقَ النَّاسُ الْمَنَازِلَ، وَقَطَعُوا الطَّرِيقَ، فَقَالَ مُعَاذٌ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّا غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَةَ كَذَا وَكَذَا، فَضَيَّقَ النَّاسُ الطَّرِيقَ، فَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا فَنَادَى: مَنْ ضَيَّقَ مَنْزِلًا أَوْ قَطَعَ طَرِيقًا فَلَا جِهَادَ لَهُ

“Kami pernah menaklukan benteng Sinan di negeri Romawi bersama Abdullah bin Abdul Malik, maka manusia ketika itu menyempitkan perumahan dan memutus jalan, maka Mu’adz berkata: Wahai manusia, sungguh kami pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam peperangan ini dan itu, lalu manusia menyempitkan jalan, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk menyerukan: Barangsiapa yang menyempitkan sebuah rumah atau memutus sebuah jalan maka tidak ada jihad baginya.” [HR. Ahmad dan Abu Daud, Shahih Abi Daud: 2364]

Al-‘Allamah Ali Al-Qori rahimahullah berkata,

(وَقَطَعُوا الطَّرِيقَ) : بِتَضْيِيقِهَا عَلَى الْمَارَّةِ

“Memutus jalan adalah dengan menyempitkannya sehingga menyulitkan pengguna jalan.” [Al-Mirqoh, 6/2522]

Tidak ingatkah kalian akan pertanggungjawabannya di hadapan Allah jalla wa ‘ala kelak di hari kiamat…?!

BEBERAPA DAMPAK BURUK DEMONSTRASI

1. Memprovokasi masyarakat untuk memberontak kepada Penguasa yang akan mendatangkan mudarat yang lebih besar, terlebih jika nasihat dalam demo tersebut tidak diindahkan oleh Penguasa, maka akibatnya akan semakin memprovokasi massa dan menceraiberaikan kesatuan kaum muslimin (lihat Fathul Bari, 13/51-52).

2. Cara mengingkari kemungkaran Penguasa dengan terang-terangan mengandung penentangan terhadapnya, padahal syari’at memerintahkan untuk taat terhadap Penguasa dalam hal yang ma’ruf (lihat Umdatul Qaari, 22/33, Al-Mufhim, 6/619).

3. Pencemaran nama baik dan ghibah kepada Penguasa yang dapat mengantarkan kepada perpecahan masyarakat dan Pemerintah muslim (lihat Umdatul Qaari, 22/33).

4. Mengakibatkan masyarakat tidak mau menaati Penguasa dalam hal yang baik (lihat Haqqur Ro’i, hal. 27).

5. Menyebabkan permusuhan antara pemimpin dan rakyatnya (lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 99).

6. Menjadi sebab ditolaknya nasihat oleh Penguasa (lihat Fathul Bari, 13/52).

7. Menyebabkan tertumpahnya darah seorang muslim, sebagaimana yang terjadi pada Sahabat yang Mulia Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu akibat demonstrasi kaum khawarij (lihat Syarah Muslim, 18/118).

8. Menghinakan sulthan Allah, yaitu penguasa yang telah Allah takdirkan bagi kaum muslimin (lihat As-Sailul Jarror, 4/556).

9. Munculnya riya’ dalam diri pelakunya (lihat Madarikun Nazhor, hal.211).

10. Mengganggu ketertiban umum.

11. Menimbulkan kemacetan di jalan-jalan.

12. Mengganggu stabilitas ekonomi.

13. Tidak jarang adanya ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan wanita) ketika demonstrasi, bahkan pada demo yang mereka sebut Islami sekali pun.

14. Menyelisihi petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabat dalam menasihati Penguasa.

15. Mengikuti jalan ahlul bid’ah (Khawarij) dan orang-orang kafir.

BAGAIMANA CARA MENASIHATI PENGUASA MENURUT SYARI’AT?

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ فَلا يُبْدِهِ عَلانِيَةً وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُوا بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkannya terang-terangan. Akan tetapi hendaklah ia meraih tangan sang penguasa, lalu menyepi dengannya lalu sampaikan nasihatnya. Jika nasihat itu diterima, maka itulah yang diinginkan. Namun jika tidak, maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban (menasihati penguasa).” [HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah dari ‘Iyadh bin Ganm radhiyallahu’anhu, dishahihkan Al-Muhaddits Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah: 1096]

Pesan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam di dalam hadits yang mulia ini benar-benar diamalkan oleh sebaik-baik generasi, yaitu para sahabat radhiyallahu’anhum.

Tatkala seseorang berkata kepada Sahabat yang Mulia Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma,

أَلاَ تَدْخُلُ عَلَى عُثْمَانَ فَتُكَلِّمَهُ فَقَالَ أَتُرَوْنَ أَنِّى لاَ أُكَلِّمُهُ إِلاَّ أُسْمِعُكُمْ وَاللَّهِ لَقَدْ كَلَّمْتُهُ فِيمَا بَيْنِى وَبَيْنَهُ مَا دُونَ أَنْ أَفْتَتِحَ أَمْرًا لاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ

“Tidakkah engkau masuk menemui ‘Utsman untuk berbicara dengannya (menasihatinya), maka ia berkata, “Apakah kalian menyangka bahwa aku tidak berbicara kepadanya, kecuali aku harus memperdengarkan kepada kalian?! Sesungguhnya aku telah berbicara kepadanya ketika hanya antara aku dan dia saja, tanpa aku membuka satu perkara yang aku tidak suka untuk membukanya pertama kali.” [HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya (no. 3267) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 2989), dan lafaz ini milik Muslim]

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani Asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata,

قوله قد كلمته ما دون أن افتح بابا أي كلمته فيما أشرتم إليه لكن على سبيل المصلحة والأدب في السر بغير ان يكون في كلامي ما يثير فتنة أو نحوها

“Ucapan beliau (Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhu), “Sungguh aku telah berbicara dengannya tanpa aku membuka sebuah pintu” maknanya adalah, aku telah berbicara kepadanya dalam perkara yang kalian maksudkan tersebut, akan tetapi dengan jalan maslahat dan adab secara rahasia, tanpa ada dalam ucapanku sesuatu yang dapat mengobarkan fitnah (kekacauan) atau semisalnya.” [Fathul Bari, 13/51]

Wahai saudaraku mahasiswa, cobalah gunakan akal yang sehat, bagaimana mungkin seorang muslim mengambil mudarat-mudarat yang sudah jelas ini demi mengharapkan maslahat yang belum jelas, yaitu dengan lengsernya pemerintah yang sedang berkuasa untuk digantikan dengan pemerintah yang lebih baik…?!

Jawablah pertanyaanku: Apakah ada jaminan bahwa pemerintah yang baru akan membawa ke arah yang lebih baik?! Siapa yang berani menjamin?!

Maka jauh lebih baik yang kita lakukan adalah memperbaiki diri, bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla, karena selama diri kita jelek, maka pemimpin yang akan lahir dari kita pun sama jeleknya, selama suatu masyarakat itu buruk, maka pemimpin yang akan mereka lahirkan juga buruk.

Bahkan bisa jadi itu bagian dari azab Allah ‘azza wa jalla kepada kita, maka hadapilah dengan taubat dan beramal shalih.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian mereka disebabkan dosa yang mereka lakukan.” [Al-An’am: 129]

Al-Imam Al-Hasan Al-Basri rahimahullah berkata,

“Demi Allah, andaikan manusia bersabar dengan musibah berupa kezaliman Penguasa, maka tidak lama Allah ta’ala akan menghilangkan kezaliman tersebut dari mereka, namun apabila mereka mengangkat senjata melawan Penguasa yang zalim, maka mereka akan dibiarkan oleh Allah. Dan demi Allah, hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan kapan pun. Kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala,

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ

“Maka sempurnalah kalimat Rabbmu yang maha baik kepada Bani Israil disebabkan kesabaran mereka dan Kami musnahkan apa yang diperbuat oleh Fir’aun dan kaumnya dan apa yang mereka bina.” (Al-A’rof: 137).” [Lihat Madarikun Nazhor, hal. 6]

Al-Hasan Al-Basri rahimahullah juga berkata,

إن الحجاج عذاب الله فلا تدفعوا عذاب الله بأيديكم ولكن عليكم بالاستكانة والتضرع فإن الله تعالى يقول ولقد أخذناهم بالعذاب فما استكانوا لربهم وما يتضرعون

“Sesungguhnya Al-Hajjaj (Penguaza zalim) adalah azab Allah, maka janganlah kalian menolak azab Allah dengan tangan-tangan kalian, akan tetapi hendaklah kalian merendahkan diri karena takut kepada-Nya dan tunduk berdoa, karena Allah ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ

“Dan sungguh Kami telah timpakan kepada mereka azab, namun mereka tidak takut kepada Rabb mereka dan tidak pula berdoa.” (Al-Mu’minun: 76).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]

Thalq bin Habib rahimahullah berkata,

اتقوا الفتنة بالتقوى فقيل له أجمل لنا التقوى فقال أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو رحمة الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عذاب الله رواه أحمد وابن أبي الدنيا

“Hadapilah ‘fitnah’ (bencana, azab) dengan ketakwaan.” Maka dikatakan kepada beliau: “Jelaskan kepada kami secara global apa itu taqwa?” Beliau berkata: “Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau mengharap rahmat Allah, dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau takut azab Allah.” (Diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dunya).” [Lihat Minhaajus Sunnah, 4/315]

Wahai saudaraku mahasiswa, pelajarilah ilmu agama, sungguh teori-teori kafir yang kalian pelajari di bangku sekolah dan kuliah telah meracuni pikiran kalian dan mewarnai gerak langkah kalian, sadar atau tidak.

Tidak ada jalan membersihkannya kecuali kembali kepada ilmu yang benar, yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai Pemahaman Salaf.

Wahai saudaraku mahasiswa ‘Pergerakan Islam’, kembalilah kepada manhaj Salafmu yang shalih; yaitu jalan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum.

Sungguh aqidah dan metode kalian dalam beragama teleh terkotori oleh pemahaman-pemahaman menyimpang karena mengikuti tokoh-tokoh yang berpemahaman khawarij, yang menyerukan pemberontakan dan pelengseran terhadap Penguasa muslim.

Wahai saudaraku mahasiswa, tinggalkan jalanan, datangi majelis ilmu, agar engkau tahu jalan yang benar tuk membangun negerimu, karena sungguh usahamu memperbaiki bangsa dalam keadaan dirimu tidak memahami ilmu agama, bisa jadi engkau sedang merusak dari arah yang engkau sangka sedang melakukan perbaikan.

Saudaraku, ingatlah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan baginya maka Allah akan memahamkannya dengan agama.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu]

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

وَمَفْهُومُ الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّهْ فِي الدِّينِ أَيْ يَتَعَلَّمْ قَوَاعِدَ الْإِسْلَامِ وَمَا يَتَّصِلُ بِهَا مِنَ الْفُرُوعِ فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ

“Mafhum hadits ini bahwa siapa yang tidak mendalami agama, yaitu tidak mempelajari kaidah-kaidah dasar Islam dan cabang-cabang yang terkait dengannya maka ia tidak akan meraih kebaikan.” [Fathul Bari, 1/165]

Wahai saudaraku mahasiswa, apabila terjadi pertumpahan darah akibat ulahmu, maka takutlah kepada Allah ta’ala akan datangnya hari yang besar (hari kiamat) saat engkau dituntut atas setiap darah yang tertumpah dan keamanan yang hilang karena tindakanmu.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” [An-Nisa: 93]

NASIHAT KEPADA WARTAWAN DAN PENGGUNA MEDSOS

Kepada para wartawan media massa dan pengguna Medsos, janganlah mendukung aksi-aksi jalanan yang hanya membawa kemudaratan ini, jangan pula membesar-besarkan beritanya, dan jangan pedulikan orang yang mencibir karena tidak memberitakan. Jika kalian lakukan ikhlas karena Allah ta’ala dalam rangka taat kepada-Nya maka insya Allah akan bernilai ibadah.

Sebaliknya, jika kalian menyebarkan gosip, memberitakan provokasi, menebarkan ghibah dan kebencian, maka termasuk dosa-dosa besar yang akan kalian pertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah jalla wa ‘ala.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

═══ ❁✿❁ ════

GABUNG TELEGRAM DAN GROUP WA TA’AWUN DAKWAH & BIMBINGAN ISLAM

Channel Telegram:
https://t.me/taawundakwah
https://t.me/kajian_assunnah
https://t.me/kitab_tauhid
https://t.me/videokitabtauhid
https://t.me/kaidahtauhid
https://t.me/akhlak_muslim

Gabung WAG Ketik: Daftar
Kirim ke wa.me/628111833375
Atau wa.me/628111377787

Medsos dan Website:
Facebook: https://www.facebook.com/taawundakwah
Instagram: https://www.instagram.com/taawundakwah
Website: https://taawundakwah.com

#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]

4 KOMENTAR

  1. Alhamdulillah..
    Jazakallah khair atas nasihatnya..
    Namun ‘afwan ustadz, ada sedikit pertanyaan yang mengganjal dihati. Ketikapun kita melihat ada suatu kedzaliman yg nyata dilakukan, bukankah sikap diam dan fokus memperbaiki diri merupakan sesuatu bentuk kekeliruan?

    Saya setuju apabila kita memberikan nasihat dengan cara “demo yang brutal” adalah salah. Namun menurut saya, mengkritik atau berpikir kritis terhadap kebijakan pemimpin itu tidak sepenuhnya salah.

    Sebagaimana yg dilakukan oleh seorang wanita di zaman Khalifah Umar ra. yang berkomentar dihadapan umum mengenai kebijakannya dalam hal pembatasan mahar.

    Sepemahaman saya, berbagai kedzaliman ataupun kerusakan yang terjadi pada saat ini semata-mata karena hukum yang diterapkan adalah bukan Islam. Oleh sebab itu, kita tentu perlu bermuhasabah diri atas kelalaian kita terhadap perintah Allah. Dan tentu, kita harus dan terus menyampaikan kepada umat bahwa kita harus kembali kepada aturan yang shahih (yaitu al-Quran dan Sunnah).

    Bukan justru menjauhkan diri dari berpikir kritis dan menerima sepenuhnya terhadap kebijakan2 yang nyata2 merugikan ummat. Bahkan sampai menganggap suudzhan terhadap orang2 yang menyampaikan bentuk kekeliruan yg nampak. Karena pada hakikatnya itu sebagai penunjukan bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan berkah/rahmat dari Allah selama masih mengabaikan hukum-hukumNya.

    Dan bukan berarti mereka yang berpikir kritis seolah mengabaikan masalah tauhid. Bukankah implikasi dari tauhid itu adalah adanya keinginan dan kerinduan yang mendalam akan diterapkannya hukum Islam dimuka bumi?

    Wallahu a’lam bi ash-shawab..

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini