Kemuliaan Manusia di Sisi Allah Melebihi Kakbah, Benarkah?

1
1831

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Non Muslim Bukan Saudaramu

Beberapa ucapan yang perlu diluruskan:

“Tuhan memberikan kemuliaan kepada manusia tidak mengenal apa agamanya, apa warna kulitnya, bentuk hidungnya, rambutnya, manusia itu sama.”

“Semua manusia sama dari segi kemanusiaannya yang hidup maupun yang mati.”

“Siapakah yang mematahkan tulang manusia yang sudah mati itu sama dosanya dengan mematahkan tulang orang yang hidup, muslim atau non muslim, karena dia sama-sama manusia, dia juga saudara kita.”

“Allah mengajarkan, jangan membenci manusia, tapi benci perbuatannya.”

“Kemuliaan manusia di sisi Tuhan melebihi mulianya kakbah.”

Tanggapan:

Terlepas dari apa sebenarnya maksud orang yang mengatakan ucapan-ucapan di atas, apakah sekedar salah pemilihan kata-kata atau sesuai zhahirnya, yang pasti di dalamnya terkandung penyimpangan aqidah yang sangat besar yang harus kami luruskan, dalam rangka menolong orang yang mengucapkannya agar tidak menyesatkan dan bertaubat darinya, dan menolong orang yang mendengarkannya agar tidak tersesat.

Ungkapan-ungkapan di atas adalah aqidah kaum liberal yang mengandung penyamaan antara seorang muslim dan non muslim (baca: kafir), padahal sudah sangat jelas sekali dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an yang telah mengabarkan tentang kehinaan dan kerendahan non muslim, bagaimana bisa disamakan dengan seorang muslim?! Bagaimana bisa dianggap mulia hanya karena dia manusia?!

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluq.” [Al-Bayyinah: 6]

Apakah pantas setelah Allah menyatakan bahwa non muslim adalah seburuk-buruknya makhluk, lalu kita menganggap mereka mulia?!

Bahkan mereka lebih buruk dari binatang ternak. Allah ta’ala berfirman,

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” [Al-Furqon: 44]

Hal itu karena mereka telah menyekutukan Allah ta’ala dan kafir kepada-Nya dengan beragama selain Islam, sehingga Allah sangat murka kepada mereka, bagaimana mungkin disamakan dengan seorang muslim yang hanya menyembah Allah ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya.

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” [Al-Anfal: 55]

Oleh karena itu, tidak ada persaudaraan kecuali sesama kaum mukminin saja. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Hanyalah orang-orang mukmin itu bersaudara…” [Al-Hujurat: 10]

Kita pun dilarang menjadikan non muslim sebagai wali-wali (orang-orang tercinta). Allah ta’ala befirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-wali(mu); sebahagian mereka adalah wali bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” [Al-Maidah: 51]

Allah ta’ala juga berfirman,

لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كانُوا آباءَهُمْ أَوْ أَبْناءَهُمْ أَوْ إِخْوانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” [Al-Mujadilah: 22]

Maka setiap orang kafir adalah penentang Allah dan Rasul-Nya. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

يقول تعالى مخبرًا عن الكفار المعاندين المحادين لله ورسوله

“Allah ta’ala berfirman (dalam ayat ini) seraya mengabarkan tentang orang-orang kafir yang memusuhi lagi menentang Allah dan Rasul-Nya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/53]

Jika demikian keadaannya tidaklah patut musuh-musuh Allah kita sebut sebagai “saudara”. Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

لا يحل للمسلم أن يصف الكافر أيا كان نوع كفره؛ سواء كان نصرانيا، أم يهوديا، أم مجوسيا، أم ملحدا لا يجوز له أن يصفه بالأخ أبدا، فاحذر يا أخي مثل هذا التعبير، فإنه لا أخوة بين المسلمين وبين الكفار أبدا، الأخوة هي الأخوة الإيمانية كما قال الله عز وجل إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyebut orang kafir dengan ‘saudara’. Orang kafir apa pun sama saja, apakah ia seorang Nasrani, Yahudi, Majusi atau Ateis, tidak boleh baginya untuk menyebut orang kafir itu sebagai ‘saudara’ selama-lamanya. Berhati-hatilah wahai saudaraku dengan ungkapan seperti ini, karena sesungguhnya tidak ada persaudaraan antara kaum muslimin dan orang-orang kafir (non muslim) selama-lamanya. Ukhuwah adalah persaudaraan iman, sebagaimana firman Allah ta’ala, “Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara.” (Al-Hujurat: 10)” [Majmu’ Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 3/43, no. 402]

Maka jelaslah, membenci orang kafir adalah membenci orangnya dan perbuatannya sekaligus, karena tidak mungkin kita membenci perbuatan kekafirannya dan mencintai orangnya, dan ayat-ayat di atas sangat jelas menunjukkan kebencian Allah kepada orang-orang kafir, oleh karena itu mereka dimasukkan ke dalam neraka.

Kalau begitu, apakah manusia lebih mulia dari pada kakbah?

Jawabannya, apabila manusia itu kafir, maka sudah pasti kakbah jauh lebih mulia darinya, dan seorang muslim pelaku dosa-dosa besar sekali pun masih jauh lebih baik daripada seorang kafir yang berlaku baik kepada manusia, dan bahkan binatang-binatang ternak masih lebih baik dari orang kafir sebagaimana dalam ayat di atas.

Adapun seorang muslim, maka benar ia lebih mulia dari kakbah, sebagaimana hadits berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَمَّا نَظَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْكَعْبَةَ، فَقَالَ مَرْحَبًا بِكِ مِنْ بَيْتٍ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَلَلْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ حُرْمَةَ عِنْدَ اللهِ مِنْكِ، إِنَّ اللهَ حَرَّمَ مِنْكِ وَاحِدَةً وَحَرَّمَ مِنَ الْمُؤْمِنِ ثَلَاثًا: دَمَهُ، وَمَالَهُ، وَأَنَ يُظَنَّ بِهِ ظَنَّ السَّوْءِ

“Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata: Ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melihat ke kakbah, beliau bersabda: Aduhai engkau wahai kakbah betapa agungnya engkau dan betapa besar kemuliaanmu, namun seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah darimu. Sesungguhnya Allah mengharamkan darimu satu perkara dan mengharamkan dari seorang mukmin tiga perkara; darahnya, hartanya dan prasangka buruk terhadapnya.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Ash-Shahihah: 3420]

Dalam hadits yang lain:

عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ صَعِدَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمِنْبَرَ فَنَادَى بِصَوْتٍ رَفِيعٍ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ قَالَ وَنَظَرَ ابْنُ عُمَرَ يَوْمًا إِلَى الْبَيْتِ أَوْ إِلَى الْكَعْبَةِ فَقَالَ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ حُرْمَةً عِنْدَ اللَّهِ مِنْكِ

“Dari Nafi’, dari Ibnu Umar, beliau berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah naik mimbar, lalu beliau menyeru dengan suara yang lantang, beliau bersabda,

“Wahai orang-orang yang baru masuk Islam dengan lisannya, sedang iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelek-jelekan mereka dan janganlah mencari-cari aib mereka, karena sesungguhnya barangsiapa yang mencari-cari aib saudara muslimnya maka Allah akan mencari-cari aibnya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari aibnya maka Allah akan menyingkap kejelekannya meskipun ada di dalam rumahnya.”

Nafi’ berkata: Dan Ibnu Umar suatu hari melihat ke kakbah, lalu beliau berkata: Betapa agungnya engkau wahai kakbah, dan betapa besar kemuliaanmu, namun seorang mukmin lebih besar kemuliaannya di sisi Allah darimu.” [HR. At-Tirmidzi, Shahihut Targhib: 2339]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

FansPage Website: Sofyan Chalid bin Idham Ruray [www.fb.com/sofyanruray.info]

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini