بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Kedua: Hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوا ، وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ : لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
“Tidak seorang pun yang amalannya dapat memasukkannya ke surga.” Para sahabat bertanya, “Apakah tidak juga engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Tidak pula aku kecuali aku senantiasa dicurahkan oleh Allah keutamaan dan rahmat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Dalam lafaz hadits Aisyah radhiyallahu’anha:
وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ
“Tidak pula aku kecuali aku senantiasa dicurahkan oleh Allah ampunan dan rahmat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini lafaz Al-Bukhari]
Inilah hadits kedua yang dijadikan dalil oleh Prof. Quraish Shihab untuk mendukung pendapatnya bahwa Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam belum dijamin surga.
Tanggapan:
Pertama: Hadits yang mulia ini tidak sedikitpun menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam belum dijamin masuk surga, tetapi menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun masuk surga bukan karena amalan beliau, namun karena keutamaan, ampunan dan rahmat Allah ta’ala. Mari kita lihat penjelasan para ulama pensyarah hadits ini dan hadits lain yang menafsirkan hadits ini.
Al-Kirmani rahimahullah berkata,
إذا كان كل الناس لا يدخلون الجنة الا برحمة الله فوجه تخصيص رسول الله صلى الله عليه و سلم بالذكر أنه إذا كان مقطوعا له بأنه يدخل الجنة ثم لا يدخلها الا برحمة الله فغيره يكون في ذلك بطريق
“Apabila semua manusia tidak dapat masuk surga kecuali dengan rahmat Allah maka sisi pengkhususan disebutkannya “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam” dalam hadits ini adalah, apabila beliau sendiri telah dipastikan masuk surga, namun tidaklah beliau memasukinya kecuali dengan rahmat Allah, maka selain beliau dalam hal ini tentunya yang lebih pantas (untuk masuk surga dengan rahmat Allah, bukan dengan amalannya, karena lebih sedikitnya amalan siapa pun selain beliau daibanding amalan beliau, Pen).” [Fathul Bari, 11/297]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
قلت وسبق إلى تقرير هذا المعنى الرافعي في أماليه فقال لما كان أجر النبي صلى الله عليه و سلم في الطاعة أعظم وعمله في العبادة أقوم قيل له ولا أنت أي لا ينجيك عملك مع عظم قدره فقال لا الا برحمة الله وقد ورد جواب هذا السؤال بعينه من لفظ النبي صلى الله عليه و سلم عند مسلم من حديث جابر بلفظ لا يدخل أحدا منكم عمله الجنة ولا يجيره من النار ولا انا الا برحمة من الله تعالى
“Aku katakan: Ar-Rafi’i dalam kitab Al-Amaali-nya telah mendahului untuk menegaskan makna seperti yang dikatakan oleh Al-Kirmani di atas. Ar-Rafi’i berkata,
“Ketika pahala Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam melakukan ketaatan itu lebih besar dan amalan beliau dalam ibadah lebih lurus, maka dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah tidak juga engkau yang tidak dapat diselamatkan oleh amalanmu padahal ia sangat besar?” Maka beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali dengan rahmat dari Allah.” Dan terdapat dalam hadits dengan lafaz lain dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sebagai jawaban terhadap pertanyaan tersebut, yang disebutkan dalam riwayat Muslim dari hadits Jabir radhiyallahu’anhu dengan lafaz:
لاَ يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلاَ يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ وَلاَ أَنَا إِلاَّ بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ تعالى
“Tidaklah seorang pun yang amalannya dapat memasukkannya ke dalam surga dan melindunginya dari neraka, tidak pula aku, kecuali dengan rahmat dari Allah ta’ala.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma)” [Fathul Bari, 11/297]
Maka jelaslah, yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah penjelasan bahwa amalan seseorang tidak akan memasukkannya ke dalam surga, tapi rahmat Allah kepadanya itulah yang memasukkannya ke surga, dan penjelasan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun masuk surga karena rahmat Allah, dan bukan untuk menjelaskan beliau belum dirahmati dan diampuni.
Kedua: Kalaulah betul hadits ini menunjukkan bahwa ketika Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam bersabda demikian berarti beliau belum diampuni dan dirahmati, maka terdapat banyak dalil lain yang menunjukkan setelah itu beliau sudah diampuni dan dirahmati.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا لِّيَغْفِرَ لَكَ اللهُ مَاتَقَدَّمَ مِن ذَنبِكَ وَمَاتَأَخَّرَ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada kamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosa yang telah lalu dan yang akan datang.” [Al-Fath: 1-2]
Dalam hadits syafa’at yang panjang, manusia pada akhirnya mendatangi Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam seraya mengatakan,
يَا مُحَمَّدُ أَنْتَ رَسُولُ اللهِ وَخَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ
“Wahai Nabi Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para Nabi, dan sungguh Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang, mintakanlah syafa’at untuk kami kepada Rabbmu, tidakkah engkau melihat keadaan kami.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu berkata,
قَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى تَوَرَّمَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melakukan sholat (tahajjud) sampai pecah-pecah kedua kakinya, maka dikatakan kepada beliau: Bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang? Beliau bersabda: Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang selalu bersyukur?” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Maka seorang Nabi yang sudah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang, sudah pasti telah dirahmati oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا
“Sekiranya tidaklah karena keutamaan Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu dapat bersih selama-lamanya.” [An-Nur: 21]
Al-‘Allamah Al-Mufassir As-Sa’di rahimahullah berkata,
ما زكى أحد بالتطهر من الذنوب والسيئات والنماء بفعل الحسنات، فإن الزكاء يتضمن الطهارة والنماء، ولكن فضله ورحمته أوجبا أن يتزكى منكم من تزكى
“Tidak seorang pun dapat membersihkan diri dari dosa-dosa dan kejelekan-kejelekan, serta meningkat dengan melakukan kebaikan-kebaikan, karena sesungguhnya membersihkan diri itu mencakup mensucikan dan meningkatkan, akan tetapi dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya mengharuskan diantara kalian ada yang mensucikan diri.” [Taisirul Kariimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal. 563]
Bahkan rahmat tersebut senantiasa tergambarkan dalam kehidupan beliau. Allah ta’ala berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” [Ali Imron: 159]
Al-‘Allamah Al-Mufassir As-Sa’di rahimahullah berkata,
أي: برحمة الله لك ولأصحابك، منَّ الله عليك أن ألنت لهم جانبك، وخفضت لهم جناحك، وترققت عليهم، وحسنت لهم خلقك، فاجتمعوا عليك وأحبوك، وامتثلوا أمرك
“Maknanya, dengan rahmat Allah untukmu dan untuk sahabat-sahabatmu, Allah menganugerahkan untukmu kelembutan dalam bergaul dengan mereka, engkau merendahkan sayapmu (tidak sombong) terhadap mereka, engkau bersikap halus untuk mereka dan engkau berakhlak baik kepada mereka, maka mereka pun bersatu denganmu, mencintaimu dan mentaati perintahmu.” [Taisirul Kariimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal. 154]
Ketiga: Apabila pendapat batil bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam belum dijamin surga tersebut diterima maka konsekuensinya akan bertentangan antara hadits tersebut dengan hadits-hadits lain bahkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat banyak sekali, yang telah mengabarkan jaminan surga dari Allah untuk Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, dan tidak mungkin terjadi selamanya pertentangan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tapi pemahaman kitalah yang salah.
Allah ta’ala berfirman,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An-Nisa: 82]
Dan Allah ta’ala berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [An-Najm: 3-4]
Bersambung insya Allah ta’ala…
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
FansPage Website: Sofyan Chalid bin Idham Ruray [www.fb.com/sofyanruray.info]